Tuesday, May 14, 2019

I Gusti Rai Ari Temaja Menggerakkan Warga Bersihkan Tukad Bindu

KOMPAS/AYU SULISTYOWATI--I Gusti Rai Ari Temaja

Sekitar delapan tahun I Gusti Rai Ari Temaja atau Gung Nik bergerak serta mengajak warga untuk membersihkan Tukad (Sungai) Bindu. Kini, air Bindu, yang bebas sampah itu, selain dimanfaatkan sejumlah subak untuk persawahan, juga menjadi tempat rekreasi keluarga perkotaan. Sebagai Kepala Lingkungan Banjar Ujung, Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Bali, Gung Nik mengajak warga untuk mengembalikan paras cantik Tukad Bindu.

Kini, Tukad Bindu yang bersih mengalir di tengah padatnya Denpasar itu telah menginspirasi sejumlah warga perkotaan lainnya di luar Bali. Gung Nik berhasil menggugah kesadaran masyarakat sekitarnya lewat Yayasan Tukad Bindu. Demi alam yang semakin baik dan bersih, warga empat banjar pun bersatu. Tukad Bindu dengan panjang 1,5 kilometer berada di empat banjar, yaitu Banjar Ujung, Banjar Abinangka Kaja, Banjar Abinangka Kelod, dan Banjar Dukuh.


Menurut Gung Nik, tantangan bermula dari tawaran Pemerintah Kota Denpasar melalui program kali bersih (prokasih) pada tahun 2010 untuk membersihkan Tukad Bindu yang kotor. ”Tawaran itu benar-benar menyadarkan saya,” kata Gung Nik sambil memandangi sejumlah anak-anak yang berenang di sungai itu.

Delapan tahun lalu dia pun bertekad harus bisa mengubah sungai kotor itu bersih kembali seperti saat masa kecilnya. Warga perlu kembali menjadikan sungai menjadikan pekarangan rumahnya. ”Jika warga sekitar sungai itu memahami pekarangan itu semestinya indah, segalanya pasti mudah,” katanya.

Tukad Bindu memang sungai yang mengaliri sejumlah subak-subak kota hingga pinggiran. Terdapat satu pintu air yang selalu dijaga debitnya oleh petugas pintu air dari kantor Balai DAS Denpasar. Hanya saja, saat itu sungai serta bantarannya penuh sampah. Pepohonan liar tumbuh di pinggiran sungai dan tak bakalan orang mau mandi atau sekadar berjalan-jalan di Bindu.

Ajakan Gung Nik ternyata bersambut oleh tiga rekannya sesama kepala lingkungan dari tiga banjar lainnya. Ajakan gotong royong untuk membersihkan sungai pun bergulir.

Namun, tidak semuanya mulus. Kepemilikan tanah-tanah di bantaran sungai itu hampir semuanya hak milik pribadi. ”Saya tidak memaksa siapa pun untuk ikut. Saya hanya mencoba menggugah kesadaran masyarakat untuk kembali menjadikan sungai ini bersih dan asri. Bebas sampah, bebas banjir, bebas penyakit,” ujarnya.

Gung Nik sering mendapati warga membuang dan membakar sampah dengan sesuka hati di kebunnya sendiri. Namun, saat Gung Nik menawari warga itu menyewakan lahannya untuk pembuangan sampah warga sekitar, warga pemilik kebun itu menolak. ”Apa bedanya. Sama-sama menjadi pembuangan sampah. Tanggung kalau hanya untuk pembuangan sampah dari dirinya saja,” ujarnya.

Belakangan warga itu tidak lagi membuang dan membakar sampah di kebunnya. Kebun itu pun berubah menjadi taman yang indah.
Hal itu membuat Gung Nik lega karena semua pada akhirnya menyadari pentingnya membersihkan sampah dari pandangan di aliran Bindu dan sekitarnya. Lambat laun kesadaran warga lainnya pun bertumbuh. Gung Nik tak ingin melawan siapa pun, ia hanya ingin merangkul dan bersama-sama sadar.

KOMPAS/AYU SULISTYOWATI--I Gusti Rai Ari Temaja

Demi kebersamaan
Warga sekitarnya pun akhirnya bersepakat membantu Gung Nik untuk bersama-sama membangun lingkungan yang bersih. Sejumlah warga menjadi sukarelawan dan membentuk Relawan Tukad Bindu. Sukarelawan-sukarelawan ini datang dari berbagai profesi. Mereka ngayah (gotong royong membantu tanpa bayaran). Sama halnya dengan Gung Nik, ia pun tak hanya ngayah tenaga, tetapi juga gaji sebagai kelian banjar diberikan untuk kebaikan Tukad Bindu.

”Tak apa demi kebersamaan. Toh, saya masih memiliki penghasilan lainnya bukan hanya sebagai kelian banjar,” ucapnya.

Menurut Gus Nik, urusan kebersihan sungai itu harus berawal dari siapa yang tinggal di sekitarnya. Tak bisa mengandalkan dari pemerintah saja. Pada awalnya, setiap pekan hanya beberapa orang  yang bergotong royong membantu Gus Nik membersihkan sungai,  membabat pohon liar, memotong rumput, hingga membersihkan sungai dari sampah. Mereka menyisakan beberapa pohon yang dianggap memperindah lingkungan secara alami.

Pemerintah Kota Denpasar pun mengapresiasi Komunitas Tukad Bindu. Gung Nik dan warga lainnya dianggap berhasil membangunkan kesadaran warga sekitar sungai untuk hidup bersih selama sekitar tujuh tahun. Tahun 2017, Tukad Bindu pun resmi menjadi obyek wisata unggulan Kota Denpasar. Kios-kios makanan yang dikelola warga pun disediakan dan dimanfaatkan warga tanpa dipungut biaya.

Inovasi pun tak berhenti menjadikan Tukad Bindu obyek wisata. Sukarelawan-sukarelawan itu terus memberikan edukasi kepada masyarakat untuk menjaga alam. Sekolah sungai digelar beberapa kali untuk memperkenalkan wajah sungai yang baru dan manfaatnya.

Gus Nik pun menawarkan kerja sama penggarapan lahan-lahan bantaran kepada beberapa kampus. Tanggapan dari kampus ternyata bagus dan menjadikan Bindu sebagai laboratorium kampus, mulai dari soal pertanian hingga pembangkit listrik tenaga hidro mikro. Misalnya, laboratorium pertanian Universitas Mahasaraswati Denpasar dan Politeknik Negeri Bali.

Politeknik Negeri Bali memanfaatkan derasnya air sungai Tukad Bindu untuk membuat pembangkit listrik tenaga hidro mikro (PLTHM). Hasilnya, PLTHM itu saat ini mampu menghasilkan 7.500 watt listrik. Tukad Bindu menjadi kawasan yang dilengkapi dengan wahana energi baru terbarukan (EBT) bernama Harmoni Energi Nusantara Indonesia (HENI) Mikro. Pada HENI Mikro yang terpasang satu unit kincir angin dengan kapasitas 7.500 watt atau setara dengan 7,5 KVA ini sudah melebihi kebutuhan di kawasan Tukad Bindu.

Bukan hanya Pemerintah Kota Denpasar yang mengapresiasi perjuangan warga setempat untuk terus berdaya. Pemerintah pusat pun, di antaranya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan CEO World Bank Kristalina Georgieva, menjadikan kawasan Tukad Bindu sebagai contoh bagaimana sungai di tengah perkotaan padat mampu menjadi pekarangan yang indah.

Gung Nik pun didaulat untuk berkunjung ke sejumlah lembaga dan beberapa instansi dan kampus untuk berbagi tips kesuksesan serta memotivasi warga sekitar tempat tinggalnya untuk menghargai lingkungan dan menjaga kebersihan. ”Ya, saya harus berbagi. Semakin banyak generasi, semakin maksimal propaganda bersih sungai ini menyebar ke mana-mana,” kata Gung Nik.

I Gusti Rai Ari Temaja

Lahir: Denpasar, 23 April 1973

Istri: Luh Made Ernayani

Anak:
1. I Gusti Suryabrata Satrya Cahaya Natha
2. I Gusti Mukti Subhukti Satrya Baghaskara Natha

Sekolah:
-SD Saraswati 2 Denpasar
-SMP PGRI 2 Denpasar
-SMA Negeri 3 Denpasar
-Fakultas Ekonomi Universitas Warmadewa, Denpasar

Pekerjaan:
– Kepala Lingkungan Banjar Ujung, Kota Denpasar
– Pengawas Yayasan Tukad Bindu
– Konsultan properti

Penghargaan, antara lain:
1. Apresiasi Spesial kepada Komunitas Peduli Sungai Tukad Bindu dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (April 2018)
2. Penghargaan Inovasi Penyelenggaraan Pembangunan Infrastruktur untuk Pertumbuhan dan Pemerataan Kementerian PUPR kepada Komunitas Peduli Sungai Tukad Bindu (Desember 2018)

AYU SULISTYOWATI

Sumber: Kompas, 15 Mei 2019

No comments:

Post a Comment