Wednesday, September 23, 2020

Achmad Jais Ely, Pencetak Pelaut Kelas Dunia dari Ambon

KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN---Achmad Jais Ely, anak nelayan di Ambon yang berhasil menjadi pelaut sukses. Ia juga ikut melahiran pelaut muda dari Ambon.

Achmad Jais, pelaut berpengalaman yang melahirkan pelaut-pelaut muda andal dari Ambon, Maluku.

Achmad Jais Ely lahir dari keluarga nelayan tradisional di pesisir Pulau Ambon, Maluku. Tumbuh dalam lingkungan nelayan berpendapatan rendah membuat dirinya bermimpi menjadi pelaut sukses. Ia tidak hanya mampu mewujudkan mimpinya, tapi juga mampu melahirkan ratusan pelaut yang kini berlayar di berbagai belahan dunia.

Achmad Jais yang biasa disapa Jais berjalan kaki menerobos hujan yang mengguyur Kota Ambon pada Kamis (17/9/2020) siang. Tiba di pinggir pelabuhan, ia langsung naik ke atas Kapal Latih Alalunga yang sebentar lagi akan lepas tali. Ia mengecek kondisi kamar mesin, ruang kemudi, alat tangkap, dan stok bahan makanan. Ia ingin memastikan kapal dalam kondisi laik diberangkatkan.

Di depan anjungan, ia mengumpulkan belasan anak muda yang ikut berlayar dengan kapal itu. Mereka adalah siswa Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Ambon dan taruna Politeknik Kelautan dan Perikanan Maluku. Jais memberi pengarahan agar mereka belajar sungguh-sungguh selama mengikuti pelayaran. Di kapal itulah mereka ditempa menjadi pelaut kapal ikan.

Mendung masih menggelayut menciutkan nyali. Hujan diikuti angin berpotensi membangkitkan gelombang. Memang di tempat kapal berlabuh, yakni bagian dalam Teluk Ambon, permukaan air tampak tenang. Namun, kondisi itu belum tentu sama dengan Laut Banda, perairan yang sebentar lagi dituju. Laut Banda jarang sekali teduh, terus bergelora sepanjang waktu.

Jais kembali mengecek prakiraan cuaca lewat internet. Sesekali ia memandang langit, menganalisis kemungkinan cuaca di depan sana. Analisis itu disebut kecakapan pelaut yang tidak diperoleh dari belajar di dalam ruang kelas. Kecakapan itu terbentuk dari pengalaman melaut. Setelah berbincang dengan guru pendamping, ia lalu mengizinkan kapal boleh berlayar.

Sebagai anak nelayan yang merintis karier dari bawah, Jais memahami cara membentuk anak nelayan menjadi pelaut sukses. Ia kerap ikut kapal latih untuk mengajari anak didiknya mulai dari menggerakkan kapal, mengemudi kapal, menyiapkan alat tangkap, hingga menangani ikan. Pengalaman paling diingat ketika satu lempengan propeler kapal patah. Kapal hanya melaju dengan 2 knot (3,7 kilometer per jam).

ARSIP SUPM WAIHERU AMBON---Sejumlah siswa program keahlian nautika SUPM Waiheru, Ambon, menjalani praktik di atas kapal penangkap ikan selama dua bulan di wilayah Maluku dan Maluku Utara tahun 2012. Di sekolah itulah, kini Achmad Jais Ely mengabdi sebagai Kepala SUPM Waiheru, Ambon, sekaligus Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Maluku.

Dalam satu tahun, setiap siswa wajib berlayar selama 90 hari agar benar-benar mengerti tentang kapal, perairan, dan ikan. Kelak tamat, mereka sudah memiliki buku pelaut, sertifikat ahli nautika kapal penangkap ikan tingkat II bagi siswa yang memilih jurusan nautika, dan sertifikat ahli teknika kapal penangkap ikan tingkat II bagi mereka yang mengambil jurusan mesin.

Kapal latih itu seakan melayarkan mimpi anak-anak nelayan yang datang dari berbagai kampung yang ebagian besar Maluku dan Maluku Utara itu. Mereka kebanyakan anak nelayan tradisional skala kecil, buruh nelayan, penjual ikan, dan pengolah ikan. Semua mereka berasal dari keluarga miskin.

”Ada yang lulus tes masuk SUPM, tetapi tidak punya uang untuk sewa kapal datang ke Ambon. Saya pake uang sendiri untuk biaya perjalanan mereka ke Ambon. Itu saya lakukan sebab saya punya keyakinan bahwa pendidikan adalah jalan mengubah hidup,” tutur Jais yang kini menjabat Kepala SUPM Ambon.

Tak hanya membantu anak nelayan masuk sekolah, Jais juga ikut membantu alumni dari SUPM yang ingin bekerja di kapal ikan asing. Selama menjadi kepala sekolah, ia menggandeng sejumlah perusahaan jasa penyalur tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Alumni dikawal mulai dari proses seleksi hingga penempatan.

Kualitas belajar di bangku pendidikan dan rekrutmen yang benar membuat alumni tak menemui kendala berarti di luar negeri. Hampir tidak terdengar mereka menjadi korban kekerasan di kapal asing, apalagi perbudakan. Memang, belakangan ini ramai kasus kekerasan yang dialami pelaut asal Indonesia di kapal ikan asing.

KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU---Siswa SUPM Waiheru, Ambon, belajar di Laboratorium Bahasa Inggris, Agustus 2015. Mereka dibekali kemampuan bahasa Inggris yang penting untuk bidang  pelayaran dan komunikasi pelayaran.

Jais merasa senang apabila pelaut yang digembleng di sekolah itu sukses dan berhasil mengubah ekonomi keluarga. Kebanyakan mereka sukses setelah bertugas di luar selama beberapa tahun. ”Ada yang saat cuti ke Ambon, mereka datang ke sekolah dengan mobil. Saya terharu lihat mereka yang dulu datang dari keluarga tidak mampu,” ujarnya.

Elias Pattinama (20), alumnus SUPM yang kini bekerja di Jepang, lewat panggilan telepon menuturkan, dirinya dan teman-teman tidak pernah lupa dengan jasa Jais, sosok pelatih yang tegas. Ketegasan Jais sebagai pelatih di kapal hingga pimpinan sekolah membuat mereka sukses. Lebih dari satu tahun di Jepang, Elias kini membangun rumah, membeli perahu motor untuk orangtua, dan membiaya sekolah adik-adiknya.

Setiap bulan, perusahaan tempat Elias bekerja mengirim sebagian gaji ke orangtua Elias di Pulau Saparua, Maluku. ”Pada waktu pembukaan rekening itu, saya minta harus atas nama ibu kandung. Uang masuk ke rekening ibu mereka. Itu karena pengalaman banyak pelaut tidak bisa kelola keuangan. Padahal, pelaut uangnya banyak,” kata Jais.

Terbaik nasional

Di tangan Jais yang menjabat kepala sekolah sejak 2013, SUPM Ambon menjadi yang terbaik dari sembilan SUPM di Indonesia pada tahun 2019. Tiga jurusan, yakni nautika kapal, mesin kapal, dan pengolahan hasil perikanan, mendapat akreditasi A. SUPM Ambon juga menjadi sekolah dengan pengelolaan keuangan terbaik tahun 2018 dari semua satuan kerja di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Suatu siang pada tahun 2015, Jais kaget ketika sekolahnya didatangi Adnan Pandu Praja, unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi bersama sejumlah penyidik. Mereka mengecek fasilitas di sekolah tersebut. ”Waktu itu saya pikir ada masalah di sekolah. Ternyata mereka mengajak sekolah kami ikut mengampanyekan semangat antikorupsi,” ucap Jais.

Masih pada tahun yang sama, wakil presiden saat itu, Jusuf Kalla, juga mengunjungi SUPM Ambon. Jais ikut mendampingi Wapres yang melihat budidaya perikanan. Sebelum pulang, Kalla menulis pesan pada selembar kertas yang berisi ajakan bagi siswa SUPM untuk belajar mengelola kekayaan laut demi kesejahteraan seluruh masyarakat dan bangsa.

Tahun 2017, Presiden Joko Widodo mengujungi sekolah itu, dan Jais ikut mendampingi beliau sambil menebar benih ikan di keramba jaring apung. ”Saat itu, sesuai jadwal, Bapak Presiden berkunjung ke sekolah kami hanya 25 menit, tapi molor sampai 1 jam 25 menit. Bapak Presiden seperti menikmati sekali tempat ini,” kenang Jais.

KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN---Achmad Jais Ely, Kepala SUPM Waiheru, Ambon, sekaligus Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Maluku.

Satu pesan yang disampiakan Presiden adalah SUPM bisa mencetak nelayan dan pelaut sukses. Harapan Presiden itu tentu setelah melihat kondisi banyak pelaut dan nelayan yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Jais sudah melakukan itu. Bahkan, di tangan Jais, SUPM Ambon bermetamorfosis menjadi Politeknik Kelautan dan Perikanan Maluku.


Achmad Jais Ely

Lahir: Asilulu, 3 Juni 1975

Istri: Anita Lating

Anak: Nisa, Farhan, Naufal, Alifa, Razana

Pendidikan Terakhir: Magister Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Ambon

Oleh  FRANSISKUS PATI HERIN

Editor:  BUDI SUWARNA

Sumber: Kompas, 24 September 2020

No comments:

Post a Comment