Sunday, July 26, 2020

Dicky Senda Mewujudkan Mimpi Dari Mollo

KOMPAS/ARSIP ARMYN SEPTIEXAN---Dicky Senda, penggagas komunitas Lakoat.Kujawas. Kewirausahaan sosial warga Desa Taiftob, Kecamatan Mollo Utara,Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.

Dicky Senda menyakini bahwa mimpi paling baik harus dimulai dari rumah sendiri. Kini benih-benih mimpi itu tumbuh dan berkembang melalui komunitas kewirausahaan sosial Lakoat.Kujawas.

Mollo memanggilnya pulang. Demikian kecamuk di dalam pikiran Dicky Senda (33) sebelum bulat untuk menetap di kampung halamannya. Desa Taiftob, Kecamatan Mollo Utara, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Kawasan di lereng Gunung Mutis, yang kaya potensi alam dan kearifan lokal.


Keputusannya kontradiktif dengan realita bahwa generasi muda di sana lebih tertarik bekerja di kota atau menjadi buruh migran. Tidak heran banyak potensi alam dan kearifan lokal yang hilang. Belum lagi mata rantai perdagangan manusia tak kunjung putus.

Di sisi lain Dicky sudah punya kehidupan lain di kota. Ia merupakan salah satu sastrawan muda potensial dari Nusa Tenggara Timur (NTT) dan konselor pendidikan di salah satu sekolah swasta di Kota Kupang.

"Tahun 2016 saya sampai di tahap seperti jalan di tempat saja. Rasanya perlu melakukan sesuatu yang berbeda, suasana baru, dan tantangan baru. Itu semua ada di kampung (Desa Taiftob). Harus pulang dan lakukan sesuatu di sana," ujar Dicky, Selasa (21/7/2020). Tekad sudah bulat untuk pulang kampung. Pulang mewujudkan mimpi untuk mandiri di desa sendiri.

KOMPAS/ARSIP ARMYN SEPTIEXAN---Dicky Senda, penggagas komunitas Lakoat.Kujawas. Kewirausahaan sosial warga Desa Taiftob, Kecamatan Mollo Utara,Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.

Awal-awal kepulangannya ke kampung adalah untuk menulis cerpen dengan latar belakang sosial dan budaya Mollo. Sebab sebagai sastrawan ada dorongan untuk menelurkan cerpen dan puisi yang lekat dengan kampung halaman. Untuk itu mau tidak mau harus terjun ke warga untuk riset.

Riset-riset menuntunnya pada dongeng, cerita rakyat, dan falsafah hidup yang diwariskan lewat bahasa tutur dalam kesenian Mollo. Misalnya dalam tarian Bonet, leluhur mengajarkan cara bersahabat dengan alam, musim tanam, dan bersyukur kepada penguasa langit dan bumi.

Lebih jauh anak bontot itu juga menemukan berbagai kepelikan. Akses bahan bacaan anak-anak sangat minim, perdagangan orang di kampung sebagai buruh migran, dan hilangnya pangan dan kearifan lokal.

Padahal kesenian dan pertanian punya hubungan teramat erat. Bertani bukan semata kerja untuk bertahan hidup. Bertani juga memelihara kelestarian alam, seni dan budaya, membantu menghidupi banyak pihak, begitu pun sebaliknya.

KOMPAS/ARSIP LAKOAT KUJAWAS---Salah satu penenun di Mollo, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Kini semakin sedikit generasi muda yang menekuni tenun di bagian barat Pulau Timor.

Fondasi
Dari situ pemikirannya mengerucut pada dua hal dasar sebagai pondasi komunitas. Dia membangun perpustakaan warga dan kebun contoh.

Perpustakaan warga berdiri di gudang belakang rumahnya. Ada ratusan bahan bacaan koleksi pribadi sejak kuliah di Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Seiring waktu muncul tambahan bahan bacaan dari sumbangan jejaring dan warga.

Perpustakaan pun berkembang menjadi kelas-kelas kreatif, tidak sekadar pinjam atau baca buku saja. Hadir sukarelawan sebagai mentor yang mengasah kreativitas anak-anak dalam ruang kreatif seperti kelas menari, bertutur, teater, puisi, dan film. Contohnya budayawan lokal Mateos Anin, sejarawan muda yang meneliti Mollo di era pra-kolonial Sarlota Naema Sipa, novelis Okky Madasari, penulis Royan Julian, dan lainnya.

Selanjutnya pemegang KTP elektronik yang memilih petani di kolom keterangan pekerjaan menggarap potensi pertanian yang ada di Mollo. Semua dimulai dari kebun kopi milik orangtuanya yang sudah tidak terurus. "Mimpi paling baik memang harus dimulai di rumah sendiri," ujarnya.

Dua pondasi itu menarik perhatian warga, pemuka agama, dan pemerintah. Alhasil berdiri komunitas Lakoat.Kujawas. Kewirausahaan sosial agar warga berdaya dengan potensi alam dan kearifan lokalnya.

KOMPAS/ARMIN SEPTIEXAN BAKTI---Anak-anak menghabiskan waktu dengan membaca buku di perpustakaan Lakoat Kujawas di Desa Taiftob, Mollo Utara, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.

Lakoat (biwa) dan kujawas (jambu) merepresentasikan kekayaan alam Mollo. Keduanya tumbuh dekat dengan memori masa kecil warga karena umumnya ada di setiap kebun. Lakoat.Kujawas dibingkai dengan tenun motif belah ketupat. Itu sebagai pemacu semangat gotong royong, kolaborasi, dan konektivitas dari generasi ke generasi.

Komunitas
Empat tahun sudah kewirausahaan sosial itu bergerak. Fokusnya di bidang pendidikan (literasi), ekonomi kreatif (ekowisata, rumah penginapan, dan toko daring produk lokal), ruang diskusi, kelas kreatif, dan pementasan budaya. Berbagai aktivitas dan hasil karya mereka dapat ditengok melalui Instagram @lakoat.kujawas dan lkjws.co maupun Twitter @lakoatkujawas.

Bukan perjalanan yang mudah tanpa pengalaman dan dukungan dari banyak pihak. Dicky, misalnya, belajar dari pengalaman residensi di Bumi Pemuda Rahayu Yogyakarta dan Asean Japan Residency di Kampung Muara. Belajar dan berdiskusi dengan kawan-kawan di Katakerja atau Rumah Sanur, Jock Fairweather pendiri Little Tokyo di Brisbane serta melihat semangat berwirausaha dari kawan-kawan Sekolah Musa dan Geng Motor Imut di Kupang.

Belum lagi dukungan orangtua di Desa Taiftob. Mereka secara sukarela membantu pengarsipan dan dokumentasi pangan dan kearifan lokal untuk bekal generasi muda. Harapannya satu, Lakoat.Kujawas bisa menjadi pusat informasi dan riset mengenai sejarah, kesenian dan kebudayaan Mollo.

Dicky Senda

Pekerjaan: Pegiat komunitas Lakoat.Kujawas, Sastrawan

Lahir : Mollo Utara, TTS, NTT, 22 Desember 1986

Pendidikan : Jurusan Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Pengalaman :
Pembicara di Bincang-Bincang Walacea Week, digagas oleh British Council Indonesia - 27 November 2019
Pembicara di Ideafest 2019, sesi Active Citizens: why every country needs Active Citizens? Kolaborasi dengan
British Council Indonesia - 5 Oktober 2019
Pembicara di Ubud Food Festival 2018. 13 -15 April 2018
Pembicara Ubud Writers and Readers Festival 2017: Main Program: Preserving Culture, Festival Club: The Heart of
Partisipan dan pembicara di Bienale Sastra Salihara. 23-24 Oktober 2015

Karya tulis :
Sai Rai (Grasindo, 2017)
Kanuku Leon (Grasindo,2018)
Hau Kamelin & Tuan Kamlasi (Grasindo, 2018)
The Near and the Far, Vol 2, Anthology of
Asia Pasific Writers. Penerbit : Scribe  Australia

Oleh  FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY

Editor:  ANDY RIZA HIDAYAT

Sumber: Kompas, 27 Juli 2020

No comments:

Post a Comment