Thursday, July 23, 2020

Yusnadi Gunawan Berbagi Ilmu Budidaya Hidroponik

ARSIP PRIBADI YUSNADI GUNAWAN---Yusnadi Gunawan membagikan ilmu budidaya hidroponik dengan sistem daring secara gratis.

Tinggalkan seminar pelatihan hidroponik yang ujung-ujungnya hanya diminta membeli alat hidroponik, bahkan janji pendampingan menanamnya. Kreativitas Yusnadi Gunawan menciptakan sekolah hidroponik secara gratis.

Yusnadi Gunawan (50) membagikan ilmu budidaya tanaman hidroponik secara gratis. Peserta yang mengikuti pelajarannya cukup memberikan foto-foto perkembangan hidroponik di rumah masing-masing. Saat ini, hidroponik semakin diminati untuk mengisi waktu saat berada di rumah saja.


Sejak tujuh tahun lalu, Yusnadi menekuni bercocok tanam hidroponik. Setelah mahir dan mengetahui seluk-beluk budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah ini, dia dengan sukarela membagikan pengetahuannya kepada siapa saja. Sebelumnya, dia pun memperoleh ilmu hidroponik secara cuma-cuma dari internet dan bertanya ke teman-temannya.

Dari hasil berbagi ilmu, Yusnadi merasa memiliki banyak sahabat. Murid-muridnya dari berbagai profesi malah menambah pula ilmunya, tak hanya soal hidroponik. ”Semua itu awalnya hanya iseng-iseng suka menanam,” kata Yusnadi saat dihubungi di Green House Graceful Hydroponics, Bandung, Jawa Barat, Jumat (10/7/2020).

Yusnadi mengajak lebih banyak orang lebih giat menanam sayuran di rumah. Dia menamakan tempat belajarnya, Graceful Hydroponics. Secara bertahap, dia terus mencari cara metode pelatihan terbaik agar lebih efektif, tanpa perlu tatap muka dengan peserta. Siapa sangka, peserta yang dimulai dari grup A kini sudah sampai grup S. Setiap grup biasanya terdiri atas 100 peserta, tetapi pada masa pandemi ini anggota grup S mencapai 230 orang.

Begitu besarnya setiap angkatan yang bergabung di grup Whatsapp, Yusnadi membagi lagi dalam kelompok kecil masing-masing 10-15 orang, termasuk di dalamnya terdapat dua pendamping. Angkatan grup S yang berjumlah 230 orang dibagi-bagi lagi menjadi 16 kelompok kecil yang didampingi 8 koordinator. Setiap kelompok kecil sudah ada 2-3 tutor.

Lewat belajar sistem daring, peserta kini sudah tersebar dari Aceh hingga Papua. Mereka berlatih sekitar dua bulan. Seluruh proses pembelajaran hidroponik diberi gratis sehingga tidak merasa ada beban untuk diajak saling berbagi. Peserta yang berasal dari berbagai latar belakang pendidikan juga bisa berbagi ilmu.

Dengan sistem kelompok ini, setiap peserta bisa bertanya berbagai hal menyangkut proses hidroponik. Tanpa kenal waktu dan ruang, pesan yang disampaikan melalui grup Whatsapp ini dapat dilakukan 24 jam. Bukan hanya tutor, koordinator sebagai supervisi siap memberikan arahan, termasuk keluhan peserta mengatasi serangan hama.

Florencia Ing sebagai salah satu peserta, yang sudah menikmati tiga panen sayuran selama masa pandemi Covid-19, mengatakan, Yusnadi malah melarang membeli alat-alat hidroponik. Peserta diminta memanfaatkan peralatan bekas, seperti botol, kaleng bekas cat, dan ember plastik. Bibit tanaman pun, kalau memang sudah dimiliki, bisa dipakai.

Dengan cara pembelajaran secara daring, komitmen peserta untuk konsisten mengikuti seluruh proses hidroponik sangat penting. Peserta diminta mendokumentasikan seluruh proses hidroponik. Mulai dari foto menabur benih, saat benih mulai tumbuh daun, hingga panen sesuai dengan target waktu. Semua dokumentasi foto harus dimasukkan ke dalam grup.

”Kalau di sekolah biasa, mesti bayar dari masuk sampai setiap bulannya. Nah, di pelatihan ini, ibaratnya bayar cuma pakai foto. ’Sekolah’ gratis, bayarnya hanya pakai foto,” kata Yusnadi sambil tertawa.

Konsekuensinya, peserta yang tidak mengirim foto secara berkala hingga masa panen sebagai proses kelulusan langsung dikeluarkan dari grup pelatihan. Terkadang, ada komitmen mau mulai menanam, tetapi sampai semua peserta sudah melakukan proses pembenihan dan penanaman, ternyata tidak terlihat wujudnya. Foto tak dikirimkan sama saja dengan tidak membayar uang ”sekolah”.

Sistem pembelajaran
Bagi Yusnadi, bukan hal mudah menciptakan sistem ”sekolah” hidroponik gratisan. Ia merasakan betul sebelum mendirikan Graceful Hydroponics yang kini sudah berjalan selama lima tahun. Dua tahun sebelum GH berdiri, Yusnadi mengawalinya dengan membawa hasil panen mandirinya ke acara reuni SMP. Dia membawa dan membagi-bagikan, antara lain, sayur selada, red lettuce, sawi putih, dan tomat cherry kepada teman-temannya.

Reuni pertama, ada komitmen untuk sama-sama belajar hidroponik. Rupanya, gayung tak bersambut. Teman yang satu bisa, ternyata yang lain berhalangan. Sampai tiba pada acara reuni berikutnya, janji latihan menanam dengan metode hidroponik dibicarakan kembali.

”Saya punya ide, belajar menanamnya sistem online lewat WA (Whatsapp). Teman saya yang dipanggil Yung-yung (almarhum) bergerak cepat. Sistem mengajar dilakukan bersama. Tanam sayur, setiap langkah difoto,” ujar Yusnadi.

Dari awalnya belasan orang, satu grup terus bertambah anggotanya menjadi 20-30 orang. Masalah kecil bermunculan. Setiap ada orang baru masuk untuk belajar, selalu harus mulai diajarkan dari awal. Belum lagi, ada orang baru di dalam satu grup Whatsapp yang akhirnya malah ”bengong”, tidak lekas bisa mengikuti prosesnya. Kini, Yusnadi sudah menemukan cara pembelajaran hidroponik secara daring dengan lebih efektif.

Sejak awal, orientasi Yusnadi mendirikan tempat belajar hidroponik ini bukan untuk menjual produk. Jika saat ini sudah dibentuk koperasi, semata-mata untuk memenuhi kebutuhan peserta dalam penyediaan bibit dan nutrisi. Minimal, awal pelatihan ini hanya pembelian bibit jika peserta benar-benar tidak memiliki bibit yang sama dengan peserta lain. Itu semata-mata supaya ada kesamaan hasil tanaman.

Kalaupun ada peserta baru yang tetap ingin memiliki starter kit atau peralatan hidroponik dasar, GH menyediakan peralatannya seharga Rp 180.000 per paket. Namun, pembelian perangkat ini bukanlah keharusan karena Yusnadi sejak awal ingin menumbuhkan terlebih dulu rasa menyenangkan saat mempraktikkan hidroponik.

”Untuk sekolah gratisan ini memang pernah muncul sikap pro dan kontra, tetapi kami pertahankan karena tujuannya buat senang-senang saja. Senang dan menambah jaringan, banyak sahabat,” ujar Yusnadi yang memiliki lahan hidroponik berukuran 2,5 meter x 10 meter di rumahnya.

Sejak awal, sekolah hidroponik gratis ini hanya untuk senang-senang sehingga fokusnya untuk skala rumahan. Namun, tidak tertutup kemungkinan, peserta lebih serius mengembangkan berbagai metode hidroponik ini untuk skala pertanian lebih luas, misalnya untuk memasok supermarket.

Bahkan, kegiatannya bukan hanya menanam. Kini berkembang dengan cara pembuatan tempe dan tahu serta pengembangan bunga anggrek. Lewat pendampingan yang intens, semua peserta yang bertahan bisa melihat sendiri hasilnya. Hingga kini, dari semua peserta didik Yusnadi, sebagian besar masih aktif menanam dengan metode hidroponik.

Ayah tiga anak ini mengakui tidak mudah mendampingi ratusan peserta. Ada saja peserta yang dalam proses perjalanan latihan terus bertanya segala hal. Dari kesan cerewet hingga peserta yang ”baper” juga didampingi dengan rasa fun dan enjoy. Namun, ada pula yang tidak aktif berkomunikasi di grup, tetapi tekun mengikuti arahan proses menanam.

Meski begitu, Yusnadi terus bersemangat menyebarkan semangat budidaya hidroponik. Yusnadi sangat terbuka bagi grup-grup pelatihannya apabila ingin secara langsung menggelar gathering kecil-kecilan.

Yusnadi Gunawan

Lahir : Bandung, 10 Mei 1970

Istri : Suhasih Tanimukti

Anak : 3

Pendidikan :
- SMAK 3 BPK Penabur, Bandung
- Universitas Kristen Maranatha, Bandung

Karier:
- Direktur PT Prima Gracindo, Bandung

Oleh  STEFANUS OSA TRIYATNA

Editor:  MARIA SUSY BERINDRA

Sumber: Kompas, 24 Juli 2020

No comments:

Post a Comment