Tuesday, October 27, 2020

Sirun Herman Manan, Menjaga Apotek Hutan

KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO----Sirun Herman Manan menunjukkan bagian tanaman obat, Kamis (22/10/2020), di Desa Tambak, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Agar hutan yang menjadi sumber obat masyarakat Dayak tetap lestari, ia menggerakkan warga untuk melindungi hutan.

Hutan di Kalimantan Tengah bukan sekadar belantara, tetapi menyimpan ribuan jenis tanaman obat. Hal itu disadari oleh Sirun (72), ahli tanaman obat Dayak yang hanya lulusan sekolah rakyat.

Bagi Sirun Herman Manan (72), hutan adalah surga tanaman obat. Dari dalam hutan ia mencari dan meramu tanaman menjadi obat herbal untuk meredakan sakit gigi, demam, keputihan, hingga serangan jantung. Tak berhenti di situ, ia juga menyebarkan ”virus” menjaga hutan.

Sirun tinggal di Desa Tambak, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Jaraknya sekitar 56,9 kilometer dari Kota Palangkaraya, ibu kota Kalimantan Tengah. Menuju desa itu harus menyeberangi Sungai Kahayan yang lebarnya sekitar 10 meter. Dari dermaga di Kecamatan Banama Tingang, perjalanan dilanjutkan dengan kelotok atau perahu kayu bermesin sekitar 15 menit.

Selama perjalanan dengan kelotok, kita akan melihat mesin-mesin tradisional mengh]isap dasar sungai untuk mendapatkan emas. Di antara para petambang ilegal itu banyak yang menggunakan merkuri. Bahan kimia berbahaya tersebut tumpah ke sungai yang air dan ikannya dikonsumsi  warga sekitar sungai, termasuk warga desa tempat tinggal Sirun. Kondisi ini menjadi ancaman tambahan bagi kesehatan warga.

Sejak lama warga sekitar sungai hidup dalam bayang-bayang penyakit. Masalahnya, fasilitas kesehatan sulit dijangkau. Sirun merasakannya sendiri. Pada 1986, ia sakit jantung, tidak ada yang bisa mengobati, termasuk ayahnya yang dikenal sebagai tabib tradisional Dayak. ”Malam itu, semua orang sudah mengira saya mati,” kenangnya saat ditemui Kompas, Kamis (22/10/2020).

Ia menarik napas sejenak, lalu kembali bercerita. Malam itu ia merasa sudah di dunia lain. Mungkin saja ia bermimpi. Di dalam mimpinya itu ia bertemu Gana, roh yang mendiami hutan dan kadang ada di dalam pepohonan. Setidaknya begitu masyarakat Dayak Ngaju memahami Gana.

Gana membawa Sirun ke dalam hutan, berjalan kaki sambil berbincang soal penyakit Sirun. Di jantung hutan yang ia kenali berada di Desa Tambak, Gana menunjukkan satu tanaman dengan akar menggantung. Gana memberi petunjuk kepada Sirun untuk menggunakan akar itu sebagai obat.

Setelah ia mengambil akar itu, Sirun terbangun dari tidurnya. Ia berkeringat. Matanya menyapu ruang tengah rumahnya di mana sebagian besar orang di kampungnya berkumpul. Sebagian mengucurkan air mata, sebagian lagi matanya awas memandang Sirun.

Ketika fajar pagi menyingsing, Sirun bersama ayahnya menuju hutan yang jalannya belum pernah dilalui manusia. Ia membuka jalan setapak menggunakan mandau, parang khas Dayak.

”Saya menemukan pohon itu, lalu saya ambil akarnya yang menggantung. Akarnya cukup aneh karena ketika menyentuh tanah akar itu tidak masuk, tetapi merambat di permukaan tanah,” ungkapnya.

Ia kemudian mengonsumsi air dari akar itu. Tak sampai setahun Sirun sembuh. Jantungnya sehat hingga kini. Begitu juga ayahnya sehat hingga akhirnya  meninggal pada umur 104 tahun. Akar itu disebut hantuen oleh masyarakat sekitar.

”Dari situ saya berjanji untuk menolong banyak orang. Apalagi ayah saya itu selalu bilang, ayat yang ada di alkitab isinya soal mengasihi sesama manusia,” kata Sirun.

KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO---Sirun Herman Manan dan koleksi tanaman obat di sekitar rumahnya, Kamis (22/10/2020), di Desa Tambak, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Agar hutan yang menjadi sumber obat masyarakat Dayak tetap lestari, ia menggerakkan warga untuk melindungi hutan.

Sirun lantas menjadi tabib. Setiap hari, ratusan pasien datang ke rumahnya yang bersembunyi di balik pepohonan durian. Di belakang rumah itu tumbuh beragam jenis tanaman yang ia ambil dari hutan yang jaraknya tiga jam perjalanan dari desanya. Khasiat setiap tanaman berbeda-beda.

Pohon belimbing sayur akarnya bisa direbus dan airnya digunakan untuk penderita darah tinggi. Lalu, ada tanaman yang disebut tiga pelepek yang daunnya diberikan kepada ibu-ibu yang sering mengalami keputihan. Orang-orang kampung sekitar sering datang ke rumah Sirun sekadar meminta saran atau meminta obat.

Ia tak pernah memasang tarif. Pasien yang datang kepadanya kadang membawa beragam buah tangan untuk Sirun, tapi ada pula yang  memberinya uang. ”Uang dan materi itu bukan tujuan saya. Tujuan saya agar orang tahu manfaat hutan untuk kesehatan karena di sana surganya obat segala penyakit,” kata Sirun.

Sirun benar-benar menjadi tempat warga Desa Tambak dan sekitarnya bersandar untuk urusan kesehatan. Betapa tidak, fasilitas kesehatan di desa itu amat minim. Memang ada sebuah puskesmas, tapi sejak dua tahun terakhir tak ada perawat atau dokter yang berkunjung ke sana. Perawat hanya muncul jika ditelepon oleh warga.

Sirun bersama anaknya kini tengah mengumpulkan satu per satu tanaman obat yang pernah ia gunakan atau yang pernah diajarkan ayahnya. Ia mencatatnya termasuk rinci, termasuk ramuan-ramuan lengkap dengan cara meraciknya. Ia berencana membukukan catatan pengetahuannya agar bisa dipelajari anaknya dan generasi selanjutnya.

Hutan desa

Sejak beberapa tahun, hutan yang menjadi ”apotek” bagi warga Desa Tambak dan sekitarnya terancam aktivitas penambangan emas secara ilegal. Para petambang sebagian besar masyarakat Desa Tambak sendiri. Mereka merambah di pinggir Sungai Kahayan.

KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO---Salah satu lokasi tambang emas liar di Sungai Kahayan, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, Sabtu (24/10/2020).

Agar hutan tempatnya mencari obat terlindungi, Sirun bersama Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) membuat rencana agar hutan tidak dirambah para petambang. Mereka menginisiasi area di desanya yang jarang sekali dijelajah manusia dan menjadi habitat orangutan sebagai hutan desa.

Dengan begitu, menurut mereka, hutan akan terlindungi, minimal dari konversi hutan ke perkebunan. Apalagi hutan Desa Tambak milik masyarakat hanya berjarak satu kanal yang lebarnya tak lebih dari 2 meter dari perkebunan kelapa sawit.

Pemerintah membantu mereka dan mengeluarkan surat keputusan (SK) sebagai penetapan hutan desa yang keluar pada 2016. Presiden Joko Widodo langsung  memberikan SK tersebut kepada masyarakat.

Hutan Desa Tambak itu luasnya mencapai 590 hektar dan dibagi menjadi lima fungsi yang dikelola oleh lima kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS), yakni KUPS bidang ekowisata, agroforestri, kerajinan tangan, budidaya madu kelulut, dan tanaman obat. Sirun menjadi ketua KUPS Tanaman Obat.

Dari pembagian usaha ini, lanjut Sirun, bisa terlihat bagaimana orang Dayak mengelola hutannya. Pengelolaan memanfaatkan segala isi hutan untuk kelangsungan hidup. ”Tetapi, tidak sembarangan, untuk memotong kayu pun ada izin kepada roh karena kami percaya setiap tanaman itu ada roh, kan, ciptaan Tuhan juga,” ungkapnya.

Hutan ini, lanjut Sirun, memberikan manfaat sama banyak orang, bukan hanya orang di desa ini. Jadi, kalau hutan ini dibabat, manfaat itu hilang. Orang akan sakit lagi dan tak mendapat obatnya.

KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO---Sekretaris Desa Tambak Mujianto menikmati madu kelulut di Hutan Desa Tambak, Kecamatan Banama Tingang, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, Sabtu (24/10/2020).

Sampai saat ini, dalam skema perhutanan sosial total terdapat 151 izin pengelolaan yang diberikan kepada masyarakat di Kalteng dengan total luas lahan 205.381,95 hektar. Rinciannya, 28 hutan desa seluas 79.531 hektar, 69 hutan kemasyarakatan seluas 68.107,99 hektar, 51 hutan tanaman rakyat seluas 57.640,96 hektar, dan 1 hutan adat seluas 102 hektar.

Perhutanan sosial itu merupakan skema yang tujuannya memberikan manfaat, bahkan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar. Sirun sudah lama tahu bahwa hutan memberikan manfaat yang besar. Hutan itu sumber tanaman obat. Dari situ, masyarakat Dayat membangun budaya mencari dan meramu tanaman obat yang masih bertahan hingga kini.

”Saya merasakan sendiri sudah di ujung maut dan diselamatkan oleh tanaman obat yang hanya ada di hutan. Seharusnya yang begini  diteliti sehingga manfaatnya bisa dirasakan manusia di dunia ini. Tapi, jangan dirusak hutannya,” kata Sirun.

Sirun Herman Manan

Lahir: Desa Tambak, Kabupaten Pulang Pisau, 1948

Pendidikan: tamat SR

Oleh   DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO

Editor:  BUDI SUWARNA

Sumber: Kompas, 27 Oktober 2020

No comments:

Post a Comment