Sunday, January 27, 2019

Valentinus Indhiarto Aris Gunadi Meningkatkan Kesejahteraan Peternak Sapi


KOMPAS/SUSIE BERINDRA--Valentinus Indhiarto Aris Gunadi mengelola peternakan sapi di Sindanglaya, Cipanas, Cianjur, Jawa Barat yang juga mengolah susu menjadi produk makanan, seperti keju mozzarella.

Saat memilih menjadi peternak sapi, Valentinus Indhiarto Aris Gunadi (37) tak mau setengah hati. Tak mau sekadar menjual susu sapi, dia mengolahnya menjadi produk yang berkualitas. Untuk meningkatkan kesejahteraan peternak, susu sapi dibeli dengan harga yang lebih tinggi.

Kedai Bambang Family Dairy (BFD) di pinggir Jalan Raya Sindanglaya, Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, tak terlalu ramai pengunjung pada Minggu (13/12019) siang. Di belakang kedai, terdapat peternakan sapi yang berada di pinggir sungai. Dalam peternakan milik Aris ini ada 30 ekor sapi, dengan 14 di antaranya masih produktif menghasilkan susu perah.


Saat itu, hujan baru saja berhenti. Tiga pekerja peternakan yang memakai sepatu bot dan masker, membersihkan kotoran sapi. Mereka sedang bersiap-siap memerah susu. Dalam satu hari, pemerahan susu sapi dilakukan dua kali, pagi dan sore. Satu ekor sapi bisa menghasilkan 18 liter susu dalam sehari. Kandang sapi perah dan anak-anak sapi dipisah. Untuk sapi jantan, Aris akan memeliharanya sampai besar untuk kemudian dijual. Sapi yang dimiliki Aris juga diikutkan dalam kontes sapi.

Di bagian depan peternakan, beberapa siswa SMA yang sedang menjalankan praktek kerja lapangan (PKL) sedang mengobrol di pondokan dekat sungai. Sepanjang tahun, BFD menerima para siswa SMK untuk PKL. Mereka bertugas membantu menjaga kedai, memerah sapi dan mengolah susu menjadi produk makanan seperti keju mozzarella, susu pasteriusasi, yogurt, serta produk lainnya, seperti masker dan sabun susu.

Selain itu, BFD sering mendapat kunjungan anak-anak sekolah untuk mendapatkan edukasi tentang peternakan sapi dan pengolahan susu. “Sudah ratusan sekolah yang berkunjung ke sini. Mereka belajar tentang peternakan sapi, mengolah susu dan pemasaran,” kata Aris.

Di peternakan, foto-foto kunjungan anak sekolah dipasang di sebuah papan. Sedangkan, di pintu depan rumahnya, Aris memasang puluhan penghargaan dan sertifikat yang pernah diterimanya. Untuk anak sekolah tingkat SD, BFD menawarkan Education Farming dalam beberapa paket, dengan harga mulai Rp 30.000 per orang sampai Rp 75.000 per orang.

“Kalau dengan beberapa SMK, kami bekerja sama dalam bentuk teaching factory. Jadi kami mengajari mereka membuat produk susu, setelah bisa memproduksi sendiri, kami mengambil produk mereka untuk dijual. Dengan SMK sudah berjalan tiga tahun ini,” ujar Aris.

Masih untuk siswa SMK, Aris menjadi pendamping untuk inkubator wirausaha muda. “Saya mendampingi mereka, sampai benar-benar sukses. Selain itu, mereka juga bisa memahami dunia kerja,” katanya.

KOMPAS/SUSIE BERINDRA--Aris bersama istrinya, Lucia Wijiati, mengembangkan usaha peternakan sapi dengan mendirikan Bambang Family Dairy.

Produk olahan susu
Setelah mengundurkan diri sebagai karyawan Taman Safari Indonesia, Aris mengabdikan diri untuk melanjutkan usaha peternakan sapi yang sudah turun temurun di keluarganya. Sebelumnya, Aris menjadi karyawan PT TSI selama 12 tahun. Saat itu, tahun 2009, ayahnya sakit jantung sehingga tidak bisa meneruskan usaha peternakan sapinya. Lalu, dia pun berjanji pada sang ayah untuk melanjutkan usaha. Nama BFD diambil dari nama ayahnya, Bambang.

Namun, kehidupan menjadi peternak sapi tak seindah bayangan Aris. Setiap hari, dia menjual susu sapi ke koperasi dengan harga yang rendah. “Saya ingat sekali, tahun 2009, susu sapi dibeli koperasi dengan harga Rp 3.100 per liter. Dari yang tadinya karyawan dengan gaji sudah jutaan, lalu ini dari sapi hanya dapat Rp 150.000, sehingga setiap bulan gali tutup lubang dengan meminjam sana sini,” cerita Aris.

Suatu saat, seorang teman mau membeli susu sapi dari peternakannya dengan harga Rp 3.200 per liter. Meski hanya selisih Rp 100, bagi Aris yang sudah berkeluarga saat itu menjadi lumayan menambah penghasilan. Baru berjalan empat bulan, pembeli susu dari Cianjur itu tidak sanggup jika harus mengambil ke Cipanas, sehingga Aris harus mengantarkannya sendiri.

“Buat saya, saat mengantar susu ke Cianjur jadi kesempatan untuk mencari pelanggan lainnya. Saya tawarkan ke restoran-restoran. Sampai kemudian susu dihargai Rp 4.400 per liter. Sayangnya, saat kami mau menaikkan harga, restoran sudah tidak mau lagi membelinya,” ujar dia.

Pengalaman pahit itu tak membuat Aris patah semangat. Bersama istrinya, Lucia Wijiati atau Ati, dia mencari cara agar susu bisa diolah menjadi makanan sehingga tidak cepat basi. Aris pun mulai belajar mengolah susu menjadi keju mozzarella.

“Saya ikut pelatihan membuat keju mozarella di Sentul. Istri juga ikut pelatihan, karena dia kan lebih telaten. Yang penting susu tidak terbuang karena basi,” ujarnya.

“Kami sering diskusi, misalnya bagaimana meningkatkan kualitas susu sapi. peningkatan kualitas susu sapi sangat tergantung dari ketersediaan bahan pakan, asupan makanan, pola perawatan, dan lingkungan peternakan. Kami juga harus tahu asal usul sapinya,” kata Aris.

Sayangnya, saat itu, tahun 2012, keju mozarella belum menjadi makanan favorit seperti saat ini. Mereka menawarkan keju mozarella dari mulai Cisarua sampai Cipanas. Hasilnya tidak begitu memuaskan. Lama kelamaan, Aris mendapat banyak pelanggan keju mozzarella yang dijual dengan harga Rp 37.000 per 250 gram. Mereka juga mengikuti banyak pelatihan untuk pengolahan produk berbahan susu.

Untuk mendapatkan susu sapi dengan standar kualitas yang diinginkan, Aris membeli susu dari beberapa peternak di desanya. Dia pun membentuk Kelompok Tani Ternak Berkah Mukti dengan anggota 13 peternak. Kelompok ini pernah mendapat penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara Tahun 2016 untuk ketagori inovasi pengolahan hasil peternakan dari Gubernur Jawa Barat.

“Kami sering diskusi, misalnya bagaimana meningkatkan kualitas susu sapi. peningkatan kualitas susu sapi sangat tergantung dari ketersediaan bahan pakan, asupan makanan, pola perawatan, dan lingkungan peternakan. Kami juga harus tahu asal usul sapinya,” kata Aris.

Aris membeli susu dari anggota kelompok dengan harge berkisar Rp 6.100 sampai Rp 6.500 per liter. “Ada peternak yang sebelum bergabung di kelompok saya, pernah ditegur oleh koperasi karena mencampur susunya dengan air. Lalu, saya mau beli susunya dengan harga lebih tinggi tapi kualitas harus bagus. Sampai sekarang tidak ada masalah. Peternak hanya minta dihargai,” ungkap Aris.

Kini, dia bukan hanya mengelola kelompok peternak, tetapi juga dipercaya memimpin Badan Usaha Desa Sindangjaya. Sejak pertama kali menjadi direktur BUMDes, tahun 2017, Aris berinovasi dengan berbagai usaha. Beberapa usaha yang didirikan seperti bank desa, pabrik tahu dan kini sedang mendirikan PT untuk peternakan dan pertanian.

“Tahun 2017, desa kami meraih desa terbaik se-Kabupaten Cianjur. Mudah-mudahan nanti bisa terbaik se-Jawa Barat,” kata Aris.

Valentinus Indhiarto Aris GUnadi

Lahir: Tangerang, 2 Mei 1981

Istri: Lucia Wijiati

Anak: Leonardus Hardiyo Gunadi Putra

Pendidikan :
SD-SMA Mardi Yuana Cipanas, Cianjur

Pengalaman:
– Karyawan PT Taman Safari Indonesia
– Direktur Badan Usaha Masyarakat Desa Sindanglaya
– Ketua Kelompok Sumber Berkah Mukti

SUSIE BERINDRA 

Sumber: Kompas, 25 Januari 2019

No comments:

Post a Comment