KOMPAS/JUMARTO YULIANUS--Atim Susanto (41), penggerak bank sampah saat ditemui di Bank Sampah Morse Indah, Kelurahan Pekauman, Banjarmasin Selatan, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (17/1/2019).
Atim Susanto (41) tak kenal lelah membangun kesadaran warga dalam menjaga kebersihan lingkungan dan mengelola sampah. Lewat bank sampah, Atim mengajak warga memilah sampah mulai dari rumah tangga. Berbagai inovasi dilakukan untuk mengurangi sampah plastik dan membuat sampah plastik bernilai jual.
Dari sudut Gang Moro Seneng, Kelurahan Pekauman, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Atim menularkan semangat menjaga lingkungan. Warga diberi pemahaman agar tidak membuang sampah sembarangan karena sampah bisa jadi berkah. Alhasil, gang kecil yang sesak jika dilintasi mobil itu pun terlihat bersih dan asri.
Tepat di samping rumah Atim, ada bangunan mungil untuk menampung dan mengelola sampah. Plangnya bertuliskan ”Bank Sampah Unit Morse Indah”. Morse adalah akronim dari Moro Seneng. Di situ tertumpuk berbagai jenis sampah anorganik, seperti kertas, kaleng, botol, dan gelas plastik bekas kemasan air mineral.
Bank Sampah Unit Morse Indah dibentuk pada Oktober 2012. Tujuannya untuk mengelola sampah, terutama sampah anorganik. “Prinsip dasarnya, bagaimana mengurangi sampah dari sumbernya (rumah tangga) dan bagaimana memanfaatkan sampah di sumbernya atau di bank sampah,” tutur Atim saat ditemui di Banjarmasin, Kamis (17/1/2019) sore.
“Prinsip dasarnya, bagaimana mengurangi sampah dari sumbernya (rumah tangga) dan bagaimana memanfaatkan sampah di sumbernya atau di bank sampah,” tutur Atim.
Saat terbentuk, hanya 15 warga yang menjadi nasabah Bank Sampah Unit Morse Indah. Seiring perjalanan waktu, nasabah terus bertambah. Kini, ada 105 warga yang terdaftar sebagai nasabah meski tidak semuanya aktif.
”Nasabah Bank Sampah Unit Morse Indah adalah warga RT 024 RW 002 Kelurahan Pekauman dan sekitarnya. Nasabah yang aktif sekarang ini sekitar 60 persen dari jumlah nasabah yang ada,” ujar Direktur Bank Sampah Unit Morse Indah itu.
Pada tahun-tahun awal terbentuk, sampah yang disetor nasabah ke Bank Sampah Unit Morse Indah mencapai 1 ton setiap bulan. Namun, memasuki tahun 2016-2017, sampah yang disetor mulai berkurang. ”Sekarang ini kami hanya menampung 450-500 kilogram sampah setiap bulan,” ujarnya.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS--Atim Susanto (41), penggerak bank sampah saat ditemui di Bank Sampah Morse Indah, Kelurahan Pekauman, Banjarmasin Selatan, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (17/1/2019).
Inovasi
Menurut Atim, penurunan jumlah sampah yang disetor nasabah ke bank sampah tak lepas dari inovasi dalam pengelolaan sampah. Kini, hanya sebagian sampah botol plastik yang disetor langsung ke bank sampah. Sebagian sudah diolah di rumah masing-masing menjadi ecobrick, yakni bata ramah lingkungan terbuat dari botol plastik yang diisi dengan sampah plastik atau kain kering hingga padat.
Pembuatan ecobrick menjadi salah satu solusi untuk mengurangi sampah kantong plastik dan kain bekas yang selama ini tidak memiliki nilai jual. Setelah diolah menjadi ecobrick, sampah-sampah itu pun memiliki nilai jual.
Ecobrick besar yang terbuat dari botol bekas kemasan air mineral 1.500 mililiter dihargai Rp 1.000 per buah, sedangkan ecobrick kecil dari botol bekas kemasan air mineral 600 ml dihargai Rp 500 per buah.
”Ecobrick dihargai segitu dengan syarat harus padat. Kalau ditimbang, beratnya memenuhi standar. Untuk botol besar, beratnya 0,6 kilogram dan botol kecil 0,25 kilogram. Kalau lebih berat dari itu, bisa jadi plastiknya basah dan tidak laku karena bisa berbau,” tutur Atim.
Ecobrick digunakan sebagai pengganti bata yang terbuat dari tanah liat atau semen. Jadi, ecobrick bisa digunakan untuk pembuatan tembok dan pagar. ”Selain itu, kami juga memanfaatkan ecobrick untuk pembuatan sofa,” ujar bapak dua anak tersebut.
”Ecobrick dihargai segitu dengan syarat harus padat. Kalau ditimbang, beratnya memenuhi standar. Untuk botol besar, beratnya 0,6 kilogram dan botol kecil 0,25 kilogram. Kalau lebih berat dari itu, bisa jadi plastiknya basah dan tidak laku karena bisa berbau,” tutur Atim.
Pembuatan sofa ecobrick dilakukan Atim bersama pengurus bank sampah dan warga di Bank Sampah Unit Morse Indah. Satu set sofa ecobrick dijual Rp 450.000 untuk dua kursi plus satu meja dan Rp 650.000 untuk tiga kursi plus satu meja. Sejauh ini sudah lima set sofa ecobrick yang terjual.
Tidak berhenti di situ saja, Atim juga mencoba inovasi lain untuk memanfaatkan sampah berbahan plastik. Sampah itu diolah menjadi aneka barang kerajinan, misalnya lampion. ”Dengan berbagai inovasi itu, kami berupaya mendukung kebijakan Pemerintah Kota Banjarmasin terkait pengurangan kantong plastik,” katanya.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS--Atim Susanto tak kenal lelah membangun kesadaran warga dalam menjaga kebersihan lingkungan dan mengelola sampah. Lewat bank sampah, Atim mengajak warga memilah sampah mulai dari rumah. Berbagai inovasi dilakukan untuk mengurangi sampah plastik dan membuat sampah plastik bernilai jual.
Lewat bank sampah, Atim tidak hanya memberdayakan warga yang menjadi nasabah bank sampah, tetapi juga memberdayakan warga dan anak muda di lingkungannya. Mereka dilibatkan dalam berbagai kegiatan bank sampah, misalnya menimbang sampah, memilahnya, dan mengolahnya menjadi aneka barang kerajinan.
”Cukup banyak yang terlibat di bank sampah ini, antara lain kelompok dasa wisma (kelompok ibu dari 10 keluarga yang bertetangga), kader-kader PKK, karang taruna, dan tokoh masyarakat di Kelurahan Pekauman,” ujarnya.
David (24) dari Karang Taruna Pammors, Kelurahan Pekauman, mengaku senang karena anak muda seperti dirinya dilibatkan dalam pengelolaan sampah. ”Ini kegiatan yang positif bagi kami. Selain untuk menjaga kebersihan lingkungan, juga bisa menghasilkan uang,” ucapnya.
Atim mengatakan, Bank Sampah Unit Morse Indah juga memberikan kemudahan kepada warga yang menjadi nasabahnya dalam pembayaran tagihan listrik dan air. Dengan menabung sampah, nasabah bisa membayar rekening listrik dan air.
”Ke depan, dengan menabung sampah, nasabah bisa memiliki tabungan emas. Itu dimungkinkan karena pada akhir tahun 2018, kami bekerja sama dengan PT Pegadaian (Persero). Program sampah jadi emas akan diterapkan mulai tahun ini,” ungkapnya.
Berbagai inovasi dan program yang ditawarkan oleh bank sampah diharapkan semakin menarik banyak warga untuk mengelola sampah. Peran serta warga dalam mengelola sampah sangat diperlukan untuk menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan.
”Keberhasilan Kota Banjarmasin meraih Piala Adipura selama empat tahun berturut-turut tidak lepas dari kontribusi bank sampah dalam mereduksi sampah dari rumah tangga, sumbernya. Capaian tersebut harus dipertahankan,” kata Ketua Tim Sosialisasi dan Pendampingan Bank Sampah Induk Kota Banjarmasin itu.
Atim Susanto
Lahir : Purwosari I, Tamban, Barito Kuala,
4 Juni 1977
Pendidikan : Madrasah Aliyah Negeri 3
Marabahan (lulus tahun 1996)
Pekerjaan : Swasta
Istri : Aminah (38)
Anak : Muhammad Haikal Lukman (14),
Muhammad Rasyid Ridho (4)
Penghargaan :
– Juara II Kebersihan Lingkungan Tingkat Kota Banjarmasin (2013)
– Juara I Kebersihan Lingkungan Tingkat Kota Banjarmasin (2014)
– Juara I Bank Sampah Kategori Silver Tingkat Kota Banjarmasin (2014)
– Juara II Bank Sampah Kategori Gold Tingkat Kota Banjarmasin (2015)
– Pena Hijau Award 2017
Oleh: JUMARTO YULIANUS
Sumber: Kompas, 24 Januari 2019
No comments:
Post a Comment