Monday, July 22, 2019

Antonius Tanan Membuka Masa Depan


KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU--Antonius Tanan

Kepercayaan yang diberikan pengusaha Ciputra untuk menjalankan pendidikan kewirausahaan dengan memimpin Ciputra Entrepreneurship Center tahun 2006 membawa Antonius Tanan (59) pada pengalaman yang tak terbayangkan. Ia mesti mulai merancang pedagogi pendidikan kewirausahaan bagi para pendidik untuk mengajarkan kewirausahaan sampai akhirnya bersentuhan dengan anak jalanan, pekerja seks komersial, dan buruh migran Indonesia.

Antonius dengan sepenuh hati meyakini apa yang dipercaya Ciputra bahwa pendidikan kewirausahaan dapat menjadi solusi mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Pendidikan kewirausahaan bukan sekadar urusan dagang/bisnis, melainkan mesti dilandasi kreativitas dan inovasi sehingga entrepreneur bisa mengubah sampah menjadi emas.


Kegelisahan soal tingginya angka pengangguran usia muda dan terdidik membuat pengenalan kewirausahaan di dunia pendidikan semakin penting. Generasi entrepreneur diciptakan dengan rumus 3L, yakni lahir, lingkungan, dan latihan. Orang yang lahir dari keluarga wirausaha seperti Ciputra mengalami sejak lahir dan mengalami pendidikan kewirausahaan dalam keluarga. Lalu, bisa juga lewat lingkungan sekitar yang menginspirasi kewirausahaan. Berikutnya, dengan latihan karena sebagian besar anak muda Indonesia tidak dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan entrepreneur.

Antonius yang ditunjuk menjadi Presiden Ciputra Entrepreneurship Center/Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (CEC/UCEC) dengan gigih mencari terobosan dan inovasi dalam menjalankan pendidikan kewirausahaan. Di dunia pendidikan, tentu saja sekolah-sekolah di bawah grup Ciputra menjadi percontohan yang mengenalkan kewirausahaan sejak usia dini lewat kurikulum. Semuanya dilaksanakan dalam suasana pembelajaran yang kreatif dan inovatif serta dengan pembelajaran yang memberikan pengalaman langsung dan reflektif (experiential learning).

Antonius berhasil menjalin kerja sama dengan Kauffman Foundation, lembaga internasional yang fokus pada pengembangan pendidikan kewirausahaan. Gema pendidikan kewirausahaan terus digaungkan, salah satunya dengan menggelar Pekan Global Kewirausahaan (Global Entrepreneurship Week/GEW) 2010 di Indonesia. GEW dilaksanakan di 100 negara di dunia untuk memperkenalkan anak-anak muda dari seluruh dunia pada entrepreneurship.

Bagi Antonius, berkutat dengan pengembangan pendidikan kewirausahaan bukan sekadar menjalankan tugas dari pimpinan. Ia kemudian menemukan misi pribadi untuk dapat ikut serta menciptakan sebuah masa depan baru bagi mereka yang mendapatkan inspirasi dari pendidikan kewirausahaan yang dikembangkan UCEC.

DOKUMENTASI BURUH MIGRAN CERDAS--Antonius Tanan bersama buruh migran indonesia di Hongkong pada Juni 2019. Selama delapan tahun ini, Antonius Tanan dan Universitas Ciputra Entrepreneurship Center memberikan pendidikan kewirausahaan secara online untuk membekali buruh migran mandiri ketika pulang ke Tanah Air.

Tersentuh
Antonius mengingat suatu momen yang menyentuh hatinya, melihat Ciputra menangis tersedu-sedu ketika menjelaskan tekadnya untuk melahirkan generasi entrepreneur di Indonesia dalam suatu wawancara dengan Kompas di kantornya di Kuningan, Jakarta Selatan, Oktober 2007. ”Saya tiba-tiba dipanggil Pak Ci, ’Antonius, kamu harus melatih orang yang paling hina di Indonesia.’ Bagi saya, itu perintah bersayap. Saya tidak berani menjawab langsung. Saya hanya bilang saya mau latihan dulu karena tidak pernah melakukan ini,” kata Antonius.

Ia kemudian memaknai pesan itu dengan melatih orang-orang yang berisiko atau tidak beruntung. Dia memulai dengan melatih 10 anak di Surabaya, tetapi tidak mudah. Sebab, untuk bisa memberikan gagasan yang sederhana pun bagi mereka sulit.

Antonius juga hadir dalam wisuda buruh migran Indonesia di Hong Kong yang mengikuti kelas-kelas kewirausahaan pada Juni 2019. Ia bersama UCEC mendukung komunitas Buruh Migran Cerdas (BMC) yang mengadakan kelas-kelas kewirausahaan bagi buruh migran Indonesia di Hong Kong.

Antonius selalu terlibat dalam pelatihan dan berinteraksi dengan peserta. Setelah mencoba dengan anak-anak jalanan, ia melanjutkan pendidikan kewirausahaan bagi pekerja seks komersial (PSK). Inisiatif ini didorong adanya kebijakan Pemerintah Kota Surabaya yang hendak menutup kawasan lokalisasi Dolly. Para penghuningnya direlokasi ke Dupak. Ada 28 orang eks PSK, mucikari, dan orang sekitar yang tergabung di program Perempuan Harapan tahun 2012.

KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU--Antonius Tanan

”Jujur, rasanya gimana, ya, berhadapan langsung dengan PSK. Namun, saya mesti bisa membuat pendidikan kewirausahaan yang mengubah masa depan mereka. Di Dupak ini, bayaran mereka pun di bawah Dolly. Kami datang dengan pendekatan menghargai mereka,” ujar Antonius.

Pendidikan dilakukan dengan praktik langsung yang dipahami mereka. Ajakan untuk berani membangun impian, tidak dengan kata-kata. Setiap eks PSK Dupak diberi uang Rp 50.000, lalu diantar ke sebuah toko terkenal yang menjual semua alat dapur untuk kuliner. Tiap orang bebas membeli alat dan harus menjelaskan alasannya.

”Pas ditanya kenapa beli alat tersebut, tiba-tiba semua bisa menjawab. Misalnya mau buat warung kopi atau lainnya. Tadinya, sulit untuk bisa mendiskusikan soal impian di masa depan,” cerita Antonius.

Setelah empat tahun berlalu, ia merasa terharu, salah satu eks PSK yang jadi peserta mengirimkan foto-foto bisnis yang masih berjalan.

Menurut Antonius, pendekatan pelatihan kewirausahaan tidak tunggal karena masalah yang beragam. ”Itu tantangan untuk pendidik. Di dalam pendidikan entrepreneurship bukan what to teach, melainkan how to teach. Para pendidik harus berpikir. Itu pedagogi,” kata Antonius yang bergelar doktor pedagogi.

Misi untuk menginspirasi komunitas berisiko untuk maju lewat pendidikan kewirausahaan selama delapan tahun ini juga dijalankan Antonius bersama UCEC bagi buruh migran di Singapura dan Hong Kong. Antonius yang mengambil kuliah S-2 bidang online learning menerapkan pembelajaran daring dengan memanfaatkan media sosial. Ada Facebook grup Sekolah Kehidupan CEC dan grup percakapan WA untuk membantu buruh migran punya bekal mandiri membangun bisnis sendiri seusai sebagai pekerja di luar negeri.

Pertengahan Juni 2019, Antonius mengunjungi buruh migran di Hong Kong untuk melatih dan mewisuda peserta yang lulus kelas-kelas kewirausahaan. Ia kagum dengan sejumlah buruh migran yang disentuh UCEC, kemudian secara mandiri mengembangkan pendidikan kewirausahaan bagi rekan-rekan buruh migran di Hong Kong.

”Sebagai guru, saya tidak tahan jika ketemu pembelajar yang bersemangat dan haus ilmu. Tidak ada pilihan lain selain berbagi dan melatih sebisanya,” kata Antonius.

Kehidupan buruh migran sangat menyentuh hati Antonius. ”Ada rasa iba karena saya tahu tidak ada di antara mereka yang bercita-cita bekerja berjauhan dengan keluarga. Namun, juga kagum bahwa mereka memutuskan belajar di dalam segala kesempitan. Saya merasa terhormat bisa menginspirasi dan menemani mereka belajar,” ujar Antonius.

Di pengujung 2018, ia memutuskan pensiun dini meskipun memiliki jabatan sebagai salah satu direktur senior di grup Ciputra. Ia ingin lebih fokus mengembangkan riset dan inovasi dalam pendidikan, khususnya pedagogi dalam pendidikan kewirausahaan.

Antonius Tanan


Lahir: Kuningan, 9 April 1960

Istri: Jeni Putri Tanan

Anak: Johan Abdiel Tanan (22) & Iona Dorothy Putri Tanan (19)

Pekerjaan:
1. Pengurus di Yayasan Ciputra Pendidikan & Dosen di Universitas Ciputra
2. Bekerja selama 31 tahun di Grup Ciputra (1987-2018)

Pendidikan:
1. S-1 Fakultas Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Bandung (lulus tahun 1984)
2. S-2 Sekolah Tinggi Manajemen Prasetya Mulya Jakarta (lulus tahun 1987)
3. S-2 University College London (UCL), Inggris, bidang Urban Development (lulus tahun 1996)
4. S-2 di University of Connecticut, Amerika Serikat, bidang pendidikan anak berbakat/cerdas istimewa (lulus tahun 2010)
5. S-3 di Athabasca University, Kanada, bidang pendidikan jarak jauh (lulus tahun 2017)

Ester Lince Napitupulu

ESTER LINCE NAPITUPULU

Sumber: Kompas, 23 Juli 2019

No comments:

Post a Comment