Sunday, July 28, 2019

Tri Sumiyatik Suradi, Mengubah Rongsokan Jadi Emas

KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU--Tri Sumiyatik Suradi alias Zoplo

Di kalangan buruh migran Indonesia di Hongkong, Tri Sumiyatik Suradi (48) dianggap guru. Perempuan tomboi yang biasa disapa Zoplo ini, gigih mengajarkan ilmu kewirausahaan kepada ratusan rekan buruh migran. Setelah itu, ia mendorong mereka pulang ke kampung masing-masing dan menjelma menjadi wirausahawan hebat.

Minggu menjadi hari spesial buat perempuan buruh migran Indonesia (BMI) di Hongkong. Pada hari itu, orang-orang yang mempekerjakan BMI wajib memberikan libur kerja. Biasanya, mereka  menghabiskan waktu libur di Victoria Park dengan berjalan-jalan dan nongkrong. Namun, kegiatan itu membuat gaya hidup sebagian buruh migran jadi boros.

Tri Sumiyastutik yang akrab dipanggil  Zoplo berusaha mengisi hari libur para buruh migran dengan cara yang lebih produktif. Ia menggelar pelatihan kewirausahaan di komunitas yang digagasnya, Buruh Migran Cerdas (BMC), secara gratis. Pelatihan biasanya digelar di taman terbuka di Festival Walk Park, Kowloon Tong yang relatif jauh dari keramaian, namun masih berada di pusat kota.


Pelatihan berlangsung selama enam bulan dengan materi antara lain dasar-dasar kewirausahaan. Peserta kemudian dilatih agar mampu membuat rencana usaha yang akan mereka jalankan di kampung masing-masing. Setelah lulus, peserta diwisuda di salah satu gedung di Hongkong.

Sejauh ini, BMC telah menggelar pelatihan untuk 10 angkatan. Dari situ, sekitar 300 buruh migran telah lulus. Beberapa peserta yang masih bekerja di Hongkong, sudah ada yang mampu membuka usaha yang dijalankan oleh keluarga mereka di kampung.

Dengan rona bahagia, Zoplo mengisahkan kisah sukses para anak didiknya yang sudah kembali ke Tanah Air. Ketika tahun lalu mudik ke Indonesia, Zoplo mengunjungi alumni BMC di sejumlah daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ia menyaksikan para bekas buruh migran di Hongkong yang mengkikuti pelatihan  kewirausahaan, sukses membuka usaha roti, jahit, telur puyuh, beternak lele, beternak kambing, membuka toko kelontong, dan sebagainya. Di Nusa Tenggara Timur, ada buruh migran yangberhasil membuka usaha jasa pengantin.

“Saya selalu merasa bahagia ketika mendengar ada teman (buruh migran) yang pulang ke Tanah Air dan bisa buka usaha sendiri meskipun mulai dari yang kecil,” kata Zoplo, di Jakarta, Selasa (23/7/2019), di tengah cuti kerjanya sebagai asisten rumah tangga untuk sebuah keluarga di Hongkong.

Biasanya ia memanfaatkan cuti untuk mengunjungi alumni BMC yang sudah sukses berrwirausaha di kampung halaman masing-masing. Namun, tahun ini ia bertemu dengan pengusaha Ciputra. “Pak Ciputra cuma bilang, teruslah berkarya,” ujar Zoplo terharu.

Ia mengaku terinspirasi oleh ungkapan Ciputra dalam sebuah pelatihan bahwa kewirausahaan dapat mengubah rongsokan menjadi emas. “Awalnya saya enggak ngerti dan mengira rongsokan itu ya barang, yang bisa diubah jadi emas. Setelah itu saya paham yang  dimaksud adalah mengubah sesuatu yang tadinya tidak berharga jadi berharga. Saya jadi terpikir dengan nasib teman-teman buruh migran,” ujarnya.

Berbekal inspirasi itu, Zoplo kemudian membakar semangat buruh migran yang rutin berkumpul di taman-taman di Hongkong dengan kata-kata pedas. “Saya bilang, ‘Kita ini cuma rongsokan. Kita dipuji sebagai pahlawan devisa, tapi ketika pulang ke Tanah Air nasib kita tidak dipikirkan pemerintah.”

DOKUMENTASI BURUH MIGRAN CERDAS--Suasana belajar kewirausahaan yang diikuti buruh migran indonesia di Hongkong. Para buruh migran dirangkul komunitas Buruh Migran Cerdas yang digagas Tri Sumiyatik Suradi alias Zoplo untuk mengisi libur kerja di hari Minggu dengan belajar materi kewirausahaan dan beragam kelas keterampilan.

Setelah itu Zoplo cepat-cepat menambahkan, “tapi asal ada niat dan semangat, saya akan bantu mengubah kalian jadi perempuan hebat. Inilah yang disebut rongsokan jadi emas. Meski bersusah-susah dulu jadi buruh migran, tapi nanti kembali jadi hebat dengan punya usaha sendiri.”

Zoplo berusaha menahan tangis ketika mengisahkan ketangguhan perempuan-perempuan buruh migran yang belajar di BMC. Mereka datang ke Hongkong dengan semangat untuk mengangkat martabat keluarga di Indonesia, namun ada begitu banyak beban yang ditanggung. Mereka bekerja di Hongkong terpisah dari keluarga, di rumah majikan pun belum tentu diperlakukan dengan baik.

“Ada yang pagi datang ke taman, merangkul dan menangis sesegukan, mengisahkan beban yang ada di keluarga di Indonesia dan kondisi di rumah majikan. Saya hanya bisa memeluk dan menyemangati. Lalu, kami bertekad untuk belajar dengan penuh semangat,” ujar Zoplo.

Kekeluargaan
Zoplo adalah salah seorang buruh migran paling senior di Hongkong saat ini. Ia bekerja di negeri itu sebagai asisten rumah tangga sejak 1997. Saking seniornya, ia biasa disapa Mbah oleh buruh migran yang lebih muda. Karena itu, Zoplo sangat paham bagaimana kehidupan buruh migran dan persoalan yang mereka hadapi.

Zoplo tidak ingin buruh migran terus berkubang dalam persoalan yang sama. Ia percaya pelatihan kewirausahaan yang ia gelar sejak beberapa tahun lalu di bawah naungan BMC, bisa jadi jalan keluar. Ia rangkul beberapa sukarelawan yang mau membantunya dan membujuk para buruh migran untuk menjadi peserta pelatihan yang diusung dengan semangat kebersamaan dan kekeluargaan. Motonya dari BMI untuk BMI dan oleh BMI.

“Kebersamaan kami bangun supaya merasa seperti keluarga. Di taman kami makan bersama, ada yang masak dari rumah atau kadang urunan untuk beli makan. Yang tadinya mikir-mikir datang, jadi rajin tiap Minggu untuk belajar bersama,” ujar Zoplo.

Zoplo mengaku, sebenarnya ia sangat ingin pulang kampung, sebab bekerja sebagai asisten rumah tangga tak lagi dinikmatinya. Namun, ia memilih untuk bertahan di Hongkong karena merasa punya beban untuk mempersiapkan buruh migran lainnya agar punya wawasan kerwirausahaan saat pulang ke Indonesia.

DOLUMENTASI BURUH MIGRAN CERDAS--Taman di Hongkong tempat buruh migran Indonesia belajar kewirausahaan bersama komunitas Buruh Migran Cerdas yang digagas Tri Sumiyatik Suradi alias Zoplo.

“Kalau saya tinggalkan begitu saja, saya khawatir BMC bubar. Teman-teman maunya saya selalu ada di taman untuk menemani. Saya merasa tenang jika sudah ada yang mau meneruskan. Asal, dengan semnagat ikhlas dan berbagi. Saya mengalir saja, menikmati saja, sampai suatu saat BMC bisa saya tinggal,” tambahnya.

Zoplo hanya ingin buruh migran punya kehidupan yang lebih baik. Ia berharap BMC dapat dukungan dari pemerintah untuk terus mendidik BMI. “Rasanya bahagia banget kalau dapat laporan dari BMI,  ‘Mbah, aku sudah kumpul dengan keluarga. Aku sudah menjalankan usaha’. Ini yang selalu membuat saya semangat untuk membuat BMC bermanfaat bagi buruh migran di Hongkong,” tegas Zoplo.

Tri Sumiyatik Suradi

Lahir: Magetan, 19 Mei 1971

Orangtua: Suradi dan Samini

Pendidikan: SMA

Pekerjaan dan kegiatan
Buruh migran di Hongkong sejak 1997
Penggerak Buruh Migran Cerdas

Email: trizoplotrisno@yahoo.co.id

ESTER LINCE NAPITUPULU

Sumber: Kompas,  29 Juli 2019

No comments:

Post a Comment