Tuesday, February 5, 2019

Mochamad Zamroni, 20 Tahun Kampanye Gaya Hidup Bebas Sampah

KOMPAS/IQBAL BASYARI-- Pendiri Tunas Hijau Mochamad Zamroni

Sampah masih menjadi masalah serius, terutama di kota-kota besar di Indonesia seperti Surabaya. Mochamad Zamroni (40), berupaya mengatasinya dengan mengajak siswa-siswa sekolah di Surabaya, Jawa Timur untuk  mengelola sampah serta membangun gaya hidup bebas sampah. Hal itu ia lakukan  dalam separuh usianya.

Selama 20 tahun dari  Senin-Jumat selama sekitar dua jam per hari, Roni–sapaan Zamroni– telah berkeliling ke 1.200 sekolah di Surabaya. Dia mengajak para siswa terutama sekolah dasar dan sekolah menengah pertama untuk menjaga kebersihan lingkungan. Ajakan dilakukan melalui lokakarya dan aksi nyata.


“Tidak ada satu pun SD dan SMP di Surabaya yang belum pernah saya ajak siswanya untuk menjaga lingkungan,” ujar Roni, Kamis (24/1/2019) di Surabaya.

Kegiatan tersebut dilakukan bersama organisasi yang dibentuknya, Tunas Hijau sejak 1999. Mereka fokus  mengajak generasi muda peduli lingkungan. Agar upaya menjaga lingkungan berhasil, ia menggalakkan gaya hidup bebas sampah sejak masa sekolah.

Aksi nyata yang digelorakan Roni, mengajak siswa membawa botol minuman dari rumah. Selain tidak perlu keluar uang untuk  membeli air minum, mereka juga bisa mengurangi produksi sampah plastik. Jika ingin membeli minuman di kantin, cukup memberikan botol tersebut kepada penjual untuk diisi air.

Selain air minum, siswa juga diajak untuk membawa bekal makanan dari rumah. Bekal yang dibawa tidak boleh dibungkus plastik sekali pakai karena tetap berujung ke tempat sampah. Untuk memastikan bekal siswa bebas dari plastik, ada siswa yang mendapat tugas memeriksa  bekal teman-temannya.

“Kami juga bekerja sama dengan sekolah untuk membangun kantin bebas sampah. Jangan sampai ada kemasan plastik sekali pakai karena berkontribusi menimbulkan sampah,” katanya.

Tak sebatas itu, Roni yang sering menyebarkan usaha membersihkan lingkungan dari sampah ke masyarakat, juga mengajak siswa mengelola sampah plastik menjadi produk kerajinan yang bernilai jual. Produk tersebut misalnya tempat pensil, vas bunga, tempat sampah.

Sementara itu, sampah organik yang ada di lingkungan sekolah, ia jadikan  pupuk kompos untuk menyuburkan tanaman sekolah. Ia melibatkan siswa sekolah bimbingannya dalam kegiatan tersebut.

Rasa malu
Sebelum membentuk Tunas Hijau, Roni dan empat temannya terpilih untuk mewakili Jawa Timur mengikuti  program pertukaran pemuda Australia-Indonesia di bidang lingkungan tahun 1999. Selama 21 hari berada di wilayah Australia Barat, ia tak melihat sampah berserakan di sembarang tempat. Warga terbiasa membuang sampah di tempatnya. “Saya malu, sampah begitu mudahnya dijumpai di Indonesia,” ujarnya.

KOMPAS/IQBAL BASYARI--Mochamad Zamroni selama 20 tahun mengajak siswa-siswa di Surabaya untuk membangun gaya hidup bebas sampah.

Kembali dari Australia, dibenaknya terpikir sampah yang menumpuk bakal berakibat pada menurunnya kenyamanan hidup di perkotaan. Pemikiran itulah yang membuat dirinya bertekad  melanjutkan program yang dia lihat selama berada di negeri Kanguru.

Dia kemudian mendirikan Tunas Hijau untuk mengajak anak-anak muda peduli lingkungan agar Indonesia tidak kalah dalam soal kebersihan lingkungan dibandingkan negara-negara lain.

Roni tidak hanya mengajak anak-anak “bekerja” tetapi juga memberi penghargaan untuk memotivasi mereka. Ia membuat sistem agar setiap siswa punya buku catatan khusus untuk mengontrol kegiatan mereka sendiri yang dinamakan Jam Hijau yang mencatat berapa lama anak-anak beraktivitas dalam gerakan hijau tadi.

“Siswa yang mengunggah kegiatan di Jam Hijau melalui media sosial Instagram akan mendapat nilai tambahan. Ini sebagai upaya membangun budaya sadar lingkungan menjadi gaya hidup generasi muda,” ucap Roni .

Di akhir tahun, siswa yang paling rajin melakukan gerakan sadar lingkungan akan mendapat sebutan  sebagai Pahlawan Hijau. Penghargaan itu akan diserahkan Wali kota Surabaya.

Meski sudah dua dekade melakukan kegiatan mengajak siswa peduli lingkungan, ia mengakui perjalanan yang harus ia lalui sebenarnya tidak mudah. Namanya anak-anak, kadang-kadang siswa merasa bosan melakukan rutinitas gerakan sadar lingkungan. Namun hal itu justru menjadi pelecut karena produksi sampah tidak pernah libur sehingga kegiatan itu pun harus dilakukan secara rutin.

“Biasanya di awal kegiatan banyak yang ikut, namun seiring berjalannya waktu jumlah siswa terus berkurang,” kata alumni Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Airlangga Surabaya.

Untuk menyiasati kondisi ini, Roni melakukan berbagai inovasi di antaranya membuat permainan untuk anak-anak. Dia memodifikasi permainan monopoli, kwartet, remi, ular tangga, dan buku komik dengan ajakan aksi peduli lingkungan.

Agar gerakan ini bisa dijalankan dengan baik, maka perlu ada kerja sama dengan pihak sekolah. Beruntung, Pemerintah Kota Surbaya yang mengurusi SD dan SMP ini juga memiliki komitmen yang sama. Maka, kegiatan yang dilakukan Roni ini terstruktur dan bisa berlanjut hingga saat ini.

Menurut Roni, salah satu kunci keberhasilan gerakan peduli lingkungan di tingkat siswa sekolah, adalah komitmen kepala sekolah. Jika kepala sekolah memiliki komitmen yang sejalan dengan Tunas Hijau, gerakan yang ia inisasi pasti didukung dan disesuaikan dengan kurikulum sekolah.

“Kalau ada kepala sekolah yang menghalangi gerakan ini, biasanya mendapat teguran dari Dinas Pendidikan Kota Surabaya karena Pemkot Surabaya sudah berkomitmen untuk mendorong sekolah berwawasan lingkungan,” jelas Roni.

Ia menceritakan,  di awal bergerak ia sempat mendapat tentangan dari pihak sekolah. Beberapa sekolah menolak kedatangan Roni yang ingin mengajak siswa untuk peduli kepada lingkungan.

Bagi Roni, berada di jalur ini terus menerus tanpa putus tak urung membuat ia merasa jenuh. Kadang-kadang kebosanan melanda dirinya saat menjalani rutinitas ini. Satu hal yang dikhawatirkan adalah ketika berada di zona nyaman, menganggap masalah sampah sudah selesai dengan satu kali aksi. Padahal, masyarakat terus memproduksi sampah setiap hari.

“Saya berusaha melawan kejenuhan dengan memaksa diri saya pergi ke sekolah-sekolah setiap hari. Ternyata cara ini cukup mujarab,” tuturnya.

Roni sadar, pelajar memiliki peran penting dalam menjaga lingkungan. Mereka merupakan generasi penerus yang bakal menjaga bumi dari ancaman sampah yang bisa mengganggu kenyamanan warga kota. Itulah sebabnya ia berkomitmen untuk terus mengajak anak-anak menjaga lingkungan mereka sendiri.

Mochamad Zamroni

Lahir                      : Surabaya, 3 Mei 1978

Anak                      : Faizah Hanun (10)

Pendidikan:

  • SD Hasyim Asy’Ari, Surabaya
  • SMPN 8 Surabaya
  • SMAN 7 Surabaya
  • S1 Jurusan Matematika, Fakultas MIPA Universitas Airlangga, Surabaya


Pekerjaan           : Aktivis Lingkungan Tunas Hijau

Penghargaan


  • Kalpataru kategori Perintis Fungsi Lingkungan Hidup 2015
  • Pelestari Lingkungan Hidup dari Gubernur Jawa Timur 2013
  • Long Life Achievement Award dari Millenium Kids Australia 2013
  • Surabaya Academy Award dari Radio Suara Surabaya 2004


IQBAL BASYARI DAN AGNES SWETTA PANDIA

Sumber: Kompas,  6 Februari 2019

No comments:

Post a Comment