Friday, April 19, 2019

Dani Ferdian Memupuk Empati untuk Negeri

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA--Dani FerdianPendiri gerakan Volunteer Doctors

Sepuluh tahun lalu, dokter Dani Ferdian (30) masih berstatus mahasiswa. Namun, dia sudah menolak terkurung keterbatasan. Dia keluar dari zona nyaman dengan mendirikan Volunteer Doctors, gerakan relawan di bidang kesehatan. Kini, gerakan itu telah menyebar ke sejumlah daerah dan melibatkan lebih dari 500 relawan.

Lantai empat Rumah Sakit Pendidikan Universitas Padjadjaran, Kota Bandung, Jawa Barat, mulai sepi, Selasa (9/4/2019) sore. Hampir semua lampu di setiap ruangan sudah dipadamkan. Hanya beberapa ruangan yang masih “bernyawa”, salah satunya ruangan dosen ilmu kesehatan masyarakat. Di sana, Dani sibuk membimbing skripsi beberapa mahasiswanya.


Dani adalah dosen di Fakultas Kedokteran Unpad. Dia juga menamatkan kuliah S1-nya di universitas itu pada 2011. Sementara gelar S2 diperoleh dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada 2017.

Suami dari Aristyani Dwi Rahmani itu menjadi mahasiswa Unpad angkatan 2007. Di tahun pertama, ia tergabung di bidang pengabdian masyarakat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unpad. Dia mulai menangkap sejumlah masalah di tengah masyarakat, salah satunya terkait kesehatan.

Di tahun kedua kuliah, Dani ditunjuk sebagai Kepala Seksi Pengabdian Masyarakat BEM Fakultas Kedokteran Unpad. Dia pun semakin intens terjun ke masyarakat. Di beberapa desa sekitar kampusnya di Jatinangor, Sumedang, dia bertemu dengan warga yang kurang terlayani fasilitas kesehatan.

“Saat itu saya sadar pemerintah tidak mungkin membereskan masalah kesehatan sendirian. Perlu gerakan sosial di bidang kesehatan untuk membantu pemerintah,” ujarnya.

Dani menyadari aktivitasnya di BEM dibatasi masa tugas. Sementara, gerakan sosial harus berkelanjutan. Oleh sebab itu, pada akhir 2009, dia mendirikan Volunteer Doctors (Vol-D).

Dia mengajak belasan rekannya sesama mahasiswa kedokteran untuk mengabdi di bidang kesehatan. “Saat itu kami memang belum menjadi dokter. Jadi, nama Vol-D ibarat cita-cita kami ingin menjadi dokter,” ujarnya.

Dua tahun belajar di fakultas kedokteran tentu tidak cukup untuk menangani beragam penyakit. Apalagi mereka juga belum berkewenangan mengobati pasien. Namun, semua itu bukan alasan untuk berdiam diri di kampus. Mereka yakin tetap bisa berbuat membantu masyarakat. Beberapa di antaranya dengan mengukur tensi, gula darah, dan kolesterol. Setelah itu, warga diedukasi untuk menerapkan pola makan dan gaya hidup sehat.

“Jika membutuhkan tindakan lanjutan, kami anjurkan warga ke puskesmas atau rumah sakit. Intinya, sekecil apapun, tetap dapat berkontribusi membantu masyarakat,” ujarnya.

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA--Dani Ferdian

Makin Dikenal
Tak hanya ke desa-desa, para relawan juga terjun ke lokasi bencana. Salah satunya ke Pangalengan, Kabupaten Bandung, saat terdampak gempa pada September 2009.

Akibat gempa berkekuatan 7,3 skala Richter yang berpusat di barat daya Tasikmalaya itu, ratusan rumah di Pangalengan rusak. Sejumlah warga terluka karena tertimpa reruntuhan bangunan. Menyadari dampaknya cukup parah, Vol-D menggandeng sejumlah dokter, beberapa di antaranya alumni Unpad. Sebab, sejumlah warga terluka dan perlu pengobatan.

“Atas perintah dokter, kami membantu membersihkan luka dan menulis resep untuk warga yang terluka,” ucapnya. Mereka juga turun ke beberapa bencana lainnya, seperti banjir di Bandung selatan dan longsor di Ciwidey pada 2010.

Aktif di beberapa kegiatan sosial membuat nama Vol-D semakin dikenal di lingkungan kampus. Pada 2010, permintaan kerja sama dari berbagai lembaga dan komunitas pun berdatangan. Kondisi itu menuntut penambahan relawan agar bisa terlibat di banyak kegiatan.

“Kami merekrut sekitar 30 mahasiswa Fakultas Kedokteran Unpad. Mayoritas mereka teman dekat yang sudah kami kenal mempunyai jiwa sosial untuk membantu masyarakat,” ujarnya.

Di kampus, anggota Vol-D bercerita pengalamannya ke mahasiswa lain. Banyak mahasiswa tertarik untuk bergabung. Terbukti, lebih dari 150 orang mendaftar sebagai relawan pada 2011.

“Saat itu, kami menambah sekitar 40 relawan dari mahasiswa kedokteran dan kebidanan yang juga berada di Fakultas Kedokteran Unpad,” ujarnya.

Kegiatan Vol-D semakin banyak karena permintaan kerja sama terus bertambah. Mereka juga sering diminta mahasiswa perguruan tinggi lainnya di Bandung untuk mendampingi kegiatan pengabdian masyarakat. Pada 2013, nama Vol-D semakin santer terdengar hingga keluar Jabar. Sebab, gerakan itu dibahas dalam beberapa pertemuan antarsenat mahasiswa kedokteran se-Indonesia.

Dani mengatakan, banyak mahasiswa dari luar Jabar ingin bergabung. Bahkan, beberapa di antaranya dari jurussan non kedokteran, seperti teknik dan ekonomi. “Mereka berniat mengabdi pada masyarakat. Tidak mungkin ditolak. Kami akhirnya membuat penerimaan terbuka untuk relawan secara daring,” ujarnya. Lebih dari 500 peserta mendaftar dalam penerimaan itu. Belasan di antaranya berasal dari Jakarta.

Dani mengatakan, saat itu mereka masih memprioritaskan peserta asal Jabar. Hal ini untuk mempermudah koordinasi gerakan yang banyak dilakukan di Jabar.

“Karena peserta asal Jakarta cukup banyak, kami menyiapkan Volunteer Doctors di sana. Namun, tetap harus mengikuti diklat selama enam bulan seperti calon relawan lainnya,” ujarnya.

Diklat digelar di Bandung. Calon relawan mengikuti beberapa tes, seperti uji kemampuan medis dasar, kepekaan menolong, dan dinamika kelompok. Seleksi bertujuan membangun komitmen calon relawan pada gerakan itu. Sebab, dalam aktivitasnya, relawan sering mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, bahkan uang untuk membantu masyarakat.

Hapus Stigma
Selain di Jabar dan Jakarta, gerakan Vol-D juga telah menjalar ke Yogyakarta dan Sulawesi Selatan. Gerakan di setiap daerah mempunyai otoritas sendiri terhadap aktivitasnya masing-masing. Namun, fokusnya tetap dalam pengabdian masyarakat di bidang kesehatan.

Kini, Dani tak lagi menjadi mahasiswa. Namun, gerakan itu terus berjalan dan semakin besar. “Tahun ini, sedang menyiapkan Vol-D di Bali. Semoga dapat diterapkan di wilayah lainnya,” ujarnya.

Selain untuk mengabdi kepada rakyat, lewat Vol-D, Dani juga ingin menghapus stigma terhadap mahasiswa kedokteran. Sebab, selama ini, mahasiswa kedokteran sering dianggap eksklusif dan kurang peka terhadap lingkungan sosial di sekitarnya.

Banyaknya tugas kuliah dan kompleksnya tahapan ujian dianggap sebagai pemicunya. Alhasil, tak banyak waktu untuk mengurusi hal di luar kampus. Namun, Dani tak ingin terjebak pada situasi itu.

“Ketika kuliah, mahasiswa disubsidi negara menggunakan uang rakyat. Sudah sepantasnya mengabdi untuk rakyat, baik saat masih kuliah maupun sudah bekerja,” ujarnya.

Menjelang malam, Dani bersiap pulang. Walaupun tak lagi menjadi pengurus di Vol-D, ia tak pernah berhenti memikirkannya. Dia mempunyai mimpi besar. Gerakan itu menyebarkan empati untuk menolong masyarakat hingga ke pelosok negeri.

Biodata
Nama : Dani Ferdian

Tempat, tanggal lahir : Bandung, 5 April 1989

Istri : drg. Aristyani Dwi Rahmani

Anak :
1. Kenzie Muhammad Azzamul Ilmi
2. Raka Muhammad Zaidan Khalifa
3. Rai Muhammad Salman Raqila
Pekerjaan : Dosen Fakultas Kedokteran Unpad
Pendiri gerakan Volunteer Doctors

Prestasi:
– ASEAN Youth Award
– Pemuda Pelopor Berprestasi Terbaik Tingkat Nasional dari Kementerian Pemuda dan Olahraga
– SATU Indonesia Award dari PT Astra International Tbk.

Oleh  TATANG MULYANA SINAGA

Sumber: Kompas, 20 April 2019

No comments:

Post a Comment