Sampah plastik adalah sahabat Hadi Prayitno. Di tangan Hadi, sampah dielus-elus dan dibentuk menjadi bunga sehingga menjadi aneka kerajinan bernilai ekonomi.
Candi Borobudur sudah lama menjadi magnet bagi wisatawan. Namun, selain mendatangkan rezeki, wisatawan juga membawa serta sampah plastik. Tidak ingin sampah plastik mencemari lingkungan di kawasan Borobudur, Hadi Prayitno (45) mengubahnya menjadi aneka kerajinan bernilai ekonomi.
“Sampah plastik ini ibaratnya saya jadikan sahabat. Dielus-elus dan dibentuk menjadi bunga,” kata Hadi saat ditemui di rumahnya di Susukan, Tegalarum, Kecamatan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Kamis (17/10/2019).
Hadi sudah menggeluti persoalan sampah plastik 2016. Awalnya, dia resah melihat sampah plastik terutama botol minum kemasan berceceran di tepi jalan menuju kawasan objek wisata di sekitar candi. Dia juga prihatin ketika melihat ada wisatawan yang dengan santai melempar sampah dari kendaraan wisata.
“Bumi ini bukan peninggalan nenek moyang kita, tapi titipan dari anak-cucu kita,” ujar suami dari Krisnani (35) menjelaskan mengapa ia prihatin dengan sampah yang mengotori kawasan Borobudur.
Hadi mencari jalan bagaimana mengubah sampah plastik menjadi barang yang memiliki nilai ekonomi. Ia lantas mencoba menyulap sampah-sampah itu menjadi bunga plastik. Ia kumpulkan botol-botol plastik bekas minuman kemasan dari tempat pengumpulan sampah non organik di sekitar Borobudur. Per bulan, rata-rata Hadi membeli botol plastik bekas sebanyak 150-200 botol. Satu botol plastik dibeli dengan harga Rp 200.
Setelah disulap menjadi bunga plastik, Hadi menjualnya seharga Rp 7.500 per tangkai. Namun, ia lebih sering menjual dalam bentuk satu paket bunga plastik yang terdiri dari tiga tangkai bunga lengkap dengan vas yang juga terbuat dari botol plastik dijual dengan harga Rp 20.000. Setiap hari, Hadi bisa membuat 25-30 tangkai bunga plastik.
Selain memanfaatkan sampah dari botol plastik, Hadi juga berkreasi dengan galon bekas. Di tangannya, galon bekas yang dibeli dengan harga Rp 6.000 sampai Rp 7.000 per buah bisa dikreasikan menjadi aneka patung hewan. Ia terlebih dahulu memecah galon bekas menjadi kepingan. Setelah itu, kepingan galon dilelehkan dengan api sembari ditempel satu sama lain untuk dibentuk menjadi patung satwa seperti harimau, kepala banteng, kuda, buaya, burung bangau, burung elang, jerapah, dan dinosaurus.
Ukuran patung karyanya bervariasi, umumnya berkisar tinggi 80 sentimeter dan panjang 150 sentimeter. Patung berbahan plastik galon bekas itu dijual dengan harga mulai Rp 1,2 juta sampai Rp 5 juta per buah.
Merangkul warga
Hadi sempat merangkul 15 orang muda di desa untuk ikut mengolah sampah plastik. Setiap orang mendapatkan upah Rp 3.000 untuk setiap 20 tangkai bunga plastik. Namun, karena butuh ketekunan dan ketelatenan tinggi, mereka hanya bertahan sekitar delapan bulan.
Tidak berhenti di situ, Hadi membuka rumahnya sebagai galeri serta tempat berlatih bagi siapapun yang ingin belajar membuat kerajinan yang disebut bostik atau singkatan dari botol sampah plastik kreatif. Sejumlah pelajar, mahasiswa, dan guru telah berkunjung ke tempat ini untuk berlatih bersama Hadi.
Selain memberi pelatihan di rumahnya, Hadi sering diajak oleh dinas lingkungan hidup dan dinas sosial untuk memberi pelatihan serupa. Pelatihan antara lain diberikan kepada siswa-siswi sekolah luar biasa serta para pengurus bank-bank sampah di sejumlah daerah.
Sejauh ini, ia telah menularkan keterampilannya mengubah sampah menjadi bunga plastik ke sejumlah daerah seperti Magelang, Sukoharjo, Kulonprogo, Wonosobo, Salatiga, Tangerang, dan Banjarmasin.
Karya bostik siswa-siswi SLB yang didampingi Hadi pernah menyabet sejumlah prestasi, antara lain Juara II Lomba Kreasi Barang Bekas SMPLB/SMALB Tingkat Provinsi Jawa Tengah pada 2019, Juara I Lomba Kreasi Barang Bekas SMPLB/SMALB Tingkat Provinsi Jawa Tengah pada 2018, dan Juara II Lomba Desain Kerajinan Dekranasda Kabupaten Magelang.
Berkah
Sebelum mengolah aneka sampah menjadi aneka kerajinan bernilai ekonomi, Hadi bekerja pada bagian marketing di sebuah perusahaan kosmetik selama lima tahun. Dia juga pernah merintis bisnis kuliner pengolahan makanan ringan. Di bidang seni, Hadi menekuni pirografi, yaitu seni lukis dengan api dan menjadi pelukis dengan media bambu di salah satu galeri seni di Yogyakarta.
Karya seni Hadi adalah alat pengeras suara dari bambu untuk gawai. Bentuknya seperti kentongan kecil dengan lubang kecil untuk menempatkan gawai. Pada permukaan kulit bambu itulah, Hadi menggoreskan ujung bara solder dan menjadi lukisan-lukisan aneka motif, seperti motif batik, flora dan fauna.
“Saat bekerja di galeri itu, tidak sengaja solder yang saya pakai terkena botol air minum kemasan. Lalu saya mencoba buat bunga dari botol plastik itu,” tutur Hadi.
Plastik botol kemasan yang dibentuk menggunakan ujung solder yang panas bisa menghasilkan hiasan bunga serta daun yang melengkung alami sehingga tampak lebih bernyawa dan mirip dengan aslinya. Dirangkai dengan kawat berlilit plastik dari sampah tas kresek, disemprot cat, dan dilengkapi dengan hiasan putik.
Meski sempat dicibir dan dianggap orang gila karena setiap hari mengurusi sampah, Hadi tetap jalan terus. Buat dia, sampah yang dihasilkan sebanyak mungkin harus bisa dimanfaatkan. Jika tidak, sampah akan menumpuk dan akhirnya mencemari lingkungan. Ketika sampah plastik dimanfaatkan dengan baik, sampah bisa mendatangkan berkah.
Hadi Prayitno
Lahir: Magelang, 4 Oktober 1974
Istri: Krisnani (35)
Anak: Novit Zakuni (20) dan Khusna Saga (16)
Pendidikan:
SD N 1 Tegalarum, Magelang
SMP Salaman 1953, Magelang
Oleh MEGANDIKA WICAKSONO
Sumber: Kompas, 12 November 2019
No comments:
Post a Comment