KOMPAS/KHAERUL ANWAR--Karti, Dusun Joben, Desa Pesanggarahan, Lombok Timur, NTB, sejak 2003 aktif menanam aneka pohon di hutan untuk menjaga sumber air terus mengalir ke desanya. Ia ditemui Kompas, Rabu (27/11/2019), di rumahnya.
Sejak 2003, Karti keluar-masuk hutan di Dusun Joben di Lombok Timur, NTB untuk menanam aneka pohon. Ia melakukan hal itu agar hutan tetap lestari dan desanya tidak kekurangan air.
Warga Dusun Joben di Lombok Timur sudah lama dimanjakan sumber air yang melimpah sehingga kurang memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan. Karti khawatir suatu saat sumber air itu akan kering. Karena itu, sejak 2003 ia bergerak sendiri menanam aneka tanaman untuk memastikan sumber air tetap lestari.
“Saya memang hobi menanam apa saja, dari tanaman hias sampai tanaman buah-buahan. Ketika main-main di hutan, saya upayakan menanam satu-dua tanaman apa saja,” ujar Karti, Rabu (27/11/2019) sore di berugak (bale-bale) di sebelah rumahnya, Dusun Joben, Desa Pesanggarahan, sekitar 46 kilometer arah timur Mataram, Ibu Kota Nusa Tenggara barat.
Hobi menanam itu tercermin di sekitar rumahnya. Pot-pot yang ditanami bunga seperti mawar, anyelir, bunga kertas, dan agronema berjejer di beberapa tempat. Selain itu, ada tanaman mangga, rambutan, pamelo, jambu air dan lainnya. Di halaman belakang rumahnya, ada rumah hijau yang ditanami beragam jenis anggrek hibrida dan anggrek spesies lokal, Vanda lombokensis yang biasa ditemukan di kawasan Gunung Rinjani.
Selain di halaman rumah, ia menanam aneka tanaman di hutan sejak 2003. Kebetulan dusunnya berbatasan dengan kawasan hutan lindung Resor Joben yang luasnya sekitar 3.000 hektar. Hutan itu masuk dalam kawasan wisata Otak Kokoq yang memiliki air umbulan.
Para pengunjung mempercayai air itu bisa mendeteksi sehat-tidak sehatnya kodisi tubuh seseorang. Indikasinya dari buih air yang menyiram tubuh seseorang, bila buih air berwarna putih menandakan kondisi fisik sehat, sedang bila buih air berwarna buram, dipercaya ada penyakit yang bersarang di tubuh orang itu.
Lepas dari kepercayaan itu, Karti agaknya lebih memperhatikan kelestarian wilayah hulu yang menyuplai air ke kawasan Otak Kokoq. Ia menanami wilayah hulu itu dengan beringin, mendong, kaliasem, sentul, rajumas dan lainnya. Bibit tanaman ia ambil dari beberapa dusun di sekitar hutan.
KOMPAS/KHAERUL ANWAR--Karti di halaman rumahnya yang dipenuhi bibit pohon yang siap untuk ditanam di hutan, Rabu (27/11/2019). Ia menumbuhkan kesadaran warga Dusun Joben di Lombok Timur untuk menjaga sumber air dengan melestarikan hutan.
Untuk menanam di dalam hutan, bukan perkara mudah. Ia harus menjelajahi kawasan hutan, mengamati, dan menentukan lokasi yang perlu ditanami. Bibit tanaman itu ia tanam di antara tegakan kayu yang jaraknya 10 meter-20 meter. Kini kayu yang berusia 16 tahun diameternya dua pelukan tangan orang dewasa.
“Saya diam-diam menyulam kawasan hutan, atau membuat usaha ini, guna mendorong kesadaran orang lain menjaga lingkungan desa ini. Banyak sumber daya alam di luar kawasan hutan yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan usaha, tanpa harus masuk hutan dan merusak ekosistemnya,” ungkap Karti
Khawatir
Aktivitas menanam tanaman di hutan ia lakukan karena ia melihat warga yang terlalu akibat oleh sumber air yang melimpah dari hutan. Akibatnya warga kurang peka terhadap lingkungan yang menurun. Baru ketika menghadapi masalah seperti banjir dan tanah longsor, warga kebingungan, kelabakan dan merasa tidak siap.
Di pihak lain, Karti juga ingin membayar ‘kesalahan’ para pendahulunya yang menebang pohon di kawasan itu untuk kebutuhan sehari-hari. “Termasuk ayah saya, dulu sering bikin arang kayu untuk bahan bakar pende besi. Ya bahan bakunya ngambil di hutan, meski jumlahnya tidak banyak,” tuturnya terkekeh.
Karti juga mendapat pelajaran penting tentang kearifan lokal dari nenek moyangnya. Dulu, desanya merupakan hutan belantara dan perbukitan. Para pendahulunya membuka kawasan itu dengan merambah kayu dan meratakan perbukitan untuk dijadikan pemukiman dan sawah. Kemudian di sepanjang pematang sawah itu mereka tanami rupa-rupa jenis kayu yang fungsinya untuk mengikat tanah agar tidak longsor, terutama di awal musim tanam padi yang memerlukan banyak air.
KOMPAS/KHAERUL ANWAR--Vanda lombokensis, spesies anggrek lokal yang biasa ditemukan di Gunung Rinjani. Anggrek jenis ini dibudidayakan Karti, warga Dusun Joben di Lombok Timur, untuk ditanam lagi di dalam hutan.
Kearifan lokal itu diterapkannya dengan menanami tebing-tebing sungai yang airnya digunakan untuk menyuplai kebutuhan air bendungan di Lombok Timur bagian selatan untuk kebutuhan irigasi. “Makanya tidak pernah ada sejarahnya desa ini banjir dan terkena tanah longsor, karena tebingnya kami tanami biar akar kayunya mengikat tanah,” tuturnya.
Tidak sekadar menanam, Karti juga mengamati pertumbuhan dan sifat tanaman yang ditanamnya di kawasan hutan. Menurut dia, proses pertumbuhan tanaman saling berinteraksi, bahkan berkompetisi. Misalnya, pohon kayu rajumas dengan pohon kayu mendong kerapatannya mesti diatur, karena batang dua tanaman ini berlomba mencapai ketinggian.
Gerakan bersama
Setelah bertahun-tahun menanam tanaman di hutan sendirian, akhirnya ia mendapat bantuan dari rekannya, Haerudin. Kebetulan ia memiliki pemikiran yang sama tentang perlunya melestarikan hutan. Setelah itu, beberapa anak muda minta dilibatkan pada 2005. Orang-orang yang terlibat dalam gerakan itu lantas membentuk Kelompok Masyarakat Pengelola Hutan atas dorongan Karti.
Tidak berhenti sampai di situ, Karti terus berupaya mengedukasi warga dusun tentang pentingnya menanam tanaman. Jika mereka tertarik, mereka boleh mengambil bibit yang akan ditanam dari rumah Karti. Awalnya, para tetangga menyebut Karti orang gila karena melakukan kegiatan yang dianggap sia-sia. Setelah Karti bisa membuktikan bahwa apa yang dilakukannya dilandasi akal sehat, barulah warga lain ikut bergabung dalam gerakannya. Kini ada 104 kepala keluarga desa yang ikut dalam gerakan menanam tanaman.
Karti punya moto hidup gawah tilah masyarakat molah, aik limpah selapuq cigah’ (hutan lestari, masyarakat tidak susah, air melimpah semua tanaman tumbuh). Moto itu ingin ia wujudkan bersama warga lainnya.
Atas kepedulian pada kelestarian hutan, Taman Nasional Gunung Rinjani menjadikan Karti mitra kerja untuk membantu menjaga kelestarian hutan Resor Joben. Ia masih rutin keluar masuk hutan satu kali sebulan untuk menengok tanaman yang telah ia tanam.
Karti
Lahir: Lombok Timur, 1 Juli 1981
Isteri: Munawati (32)
Pendidikan:
SDN V Montong Gading (tamat 1994)
Madrasah Tsanawiyah Mualimin Nahdlatul Wathan, Pancor, Lombok Timur (1997)
Madrasah Aliyah Keterampilan Nahdlatul Wathan, Pancor, Lombok Timur (2000)
Oleh KHAERUL ANWAR
Editor BUDI SUWARNA
Sumber: Kompas, 9 Desember 2019
No comments:
Post a Comment