Sunday, July 12, 2020

Akhmad Arifin, Sosok di Balik Gerakan Sedekah Oksigen di Kalsel

KOMPAS/JUMARTO YULIANUS--Akhmad Arifin (62), pegiat lingkungan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Minggu (5/7/2020).

Akhmad Arifin (62) bersedekah pada alam dengan menanam ribuan batang pohon di Kalimantan Selatan.

Bertahun-tahun jadi pemandu wisata alam petualangan di Kalimantan Selatan membuat Akhmad Arifin (62) sangat mencintai alam. Ia pun aktif menggerakkan masyarakat untuk ”menyedekahkan” oksigen kepada alam lewat penanaman pohon.


Bersama rekannya, almarhum Muhammad Mugeni yang meninggal pada pertengahan 2019, Arifin mendeklarasikan organisasi Masyarakat Peduli Pohon (MPP) Kalsel pada 17 November 2010. Organisasi ini mengusung jargon ”Menanam Pohon untuk Bersedekah Oksigen”.

Sejak MPP dibentuk, Arifin dan kawan-kawan giat menanam pohon untuk penghijauan. Pohon yang ditanam antara lain pinang. Pohon ini dipilih karena dekat dengan keseharian warga yang punya budaya makan sirih atau menyirih.

”Kami tidak kesulitan mencari bibit pinang karena kebetulan punya kebun bibit pinang di Banjarbaru,” kata Arifin di Banjarmasin, Minggu (5/7/2020).

Pada 2011, Arifin dan rekannya mulai menyemai bibit pinang sebanyak 4.000 batang. Bibit pinang itu kemudian ditanam pada sejumlah titik di tepi jalan raya Banjarmasin, Kota Banjarbaru, dan Kabupaten Barito Kuala. Tahun berikutnya, mereka kembali menanam 4.000 bibit. Penanaman dilakukan di lahan milik pemerintah setelah berkoordinasi dengan dinas terkait.

KOMPAS/JUMARTO YULIANUS--Akhmad Arifin (62), pegiat lingkungan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Minggu (5/7/2020).

”Selain ditanam di tepi-tepi jalan, bibit pinang itu juga dibagi-bagikan ke sekolah-sekolah dan  warga,” ucapnya.

Belakangan, Arifin dan kawan-kawan juga menanam pohon galam (Melaleuca leucadendron) dan berbagai jenis pohon lainnya. Dia turun tangan sendiri dalam setiap penanaman. Biasanya ada 4-5 sukarelawan dari MPP yang terlibat. Di luar itu, Arifin mengupah orang untuk membantu penanaman. ”Kami menanam dengan tenaga dan biaya kami sendiri,” ujarnya.

Menuntut
Pepohonan yang ditanam di tepi-tepi jalan tidak selalu hidup. Banyak juga pohon yang mati karena faktor alam. Karena itu, penanaman di lokasi yang sama sering kali harus dilakukan berkali-kali. ”Kami pernah menanam 2.000 pohon pinang di tepi Jalan Trikora, Banjarbaru, dengan  mengupah orang Rp 3 juta. Tetapi, semua pohon yang ditanam mati akibat kemarau,” katanya mengenang.

Banyak juga pohon yang mati akibat tangan jahil dan orang yang tidak suka penghijauan dilakukan di depan tempat usaha mereka. ”Saya pernah sampai tiga kali menanam di satu tempat karena pohonnya dicabut dan dibuang orang,” katanya.

Arifin tidak tinggal diam jika pohon yang ditanam dicabut atau dirusak orang lain. Ia akan menuntut pertanggungjawaban atau ganti rugi dari pihak yang merusak tanamannya. Hal itu antara lain ia lakukan pada 2018. Ia marah besar  lantaran pohon-pohon pinang yang ia tanam  di sepanjang Jalan Ahmad Yani, Banjarbaru, dan berbatasan dengan pagar Bandar Udara Internasional Syamsudin Noor ditebang.

”Ada 36 pohon pinang yang ditebang. Usianya 6 tahun. Kata pihak bandara, pohon itu bisa mengganggu keselamatan penerbangan. Saya protes pihak Angkasa Pura I selaku pengelola bandara dan menuntut pertanggungjawaban mereka,” tuturnya.

Protes itu membuahkan hasil. Dalam sebuah pertemuan yang dihadiri perwakilan pemerintah daerah, pihak Angkasa Pura I mengaku bersalah dan bersedia mengganti tanaman  yang ditebang. Sesuai Peraturan Wali Kota Banjarbaru Nomor 79 Tahun 2016 tentang Izin Penebangan Pohon, ada kewajiban penggantian pohon yang ditebang. Jika pangkal batangnya berdiameter sampai dengan 10 sentimeter, maka satu pohon harus diganti dengan 10 pohon.

”Pihak Angkasa Pura I  mengganti 10 kali lipat atau 360 pohon. Pohon pinang yang ditebang diganti dengan pohon tabebuya dan ditanam di sepanjang Jalan Trikora, Banjarbaru,” katanya.

Cinta alam
Arifin adalah pensiunan PNS sejak 2016. Dari 1984-1998, ia  bertugas sebagai pemandu wisata alam petualangan di Dinas Pariwisata Kalsel. Setiap libur musim panas di Eropa, Juni-September, banyak turis  Eropa datang ke Kalsel untuk menikmati wisata alam petualangan di Loksado, daerah Pegunungan Meratus.

KOMPAS/JUMARTO YULIANUS--Potret hutan yang masih terjaga dan asri di Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, Selasa (28/3/2017).

”Kalau musim panas di Eropa, saya bisa memandu 3-4 rombongan wisatawan mancanegara setiap bulan. Satu rombongan 16-19 orang,” katanya.

Mereka sangat menikmati wisata seperti itu. Selama perjalanan lima hari, mereka tidur di rumah panjang, balai masyarakat adat, atau di bawah pepohonan besar. ”Keindahan hutan hujan tropis yang masih alami benar-benar menjadi daya tarik wisatawan Eropa,” kenang Arifin.

Pengalaman selama 14 tahun membawa turis asing menjelajah hutan alam Kalsel membuat Arifin bersahabat dengan alam. Ia sedih melihat hutan alam Kalsel yang terus dirusak, terutama oleh kegiatan pertambangan dan perkebunan monokultur skala besar.
”Karena itu, sejak dulu saya mengusulkan agar Kalsel punya taman nasional untuk memproteksi hutan alam primer yang tinggal secuil. Hutan alam primer harus dilindungi sebagai warisan kepada anak cucu,” katanya.

Sampai saat ini, Kalsel belum memiliki taman nasional. Pada akhir 2018, Kalsel baru memiliki taman bumi atau geopark Pegunungan Meratus. ”Saya hanya setengah sependapat dengan geopark. Sebab, geopark lebih cenderung pada pemanfaatan ekonomi untuk kepariwisataan. Kalau taman nasional, benar-benar untuk konservasi,” tuturnya.
Sebagai pegiat lingkungan, Arifin kini terlibat dalam program revolusi hijau Pemprov Kalsel. Ia ditunjuk sebagai ketua forum revolusi hijau dari kalangan masyarakat. ”Meskipun demikian, saya tetap punya idealisme. Saya bisa jadi teman, tetapi bisa juga jadi lawan. Saya hanya ingin kita semakin sadar lingkungan dan tetap berusaha menjaga alam,” katanya.

Akhmad Arifin

Lahir: Banjarmasin, 18 November 1958

Istri: Halimatus Sadiah

Anak: 2 orang

Pendidikan: S-1 Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat (lulus 1987)
Organisasi:
•  Masyarakat Peduli Pohon (MPP) Kalsel (2010-sekarang)
•  Forum Komunitas Hijau (FKH) Banjarmasin (2013-sekarang)
•  Masyarakat Peduli Sungai (Melingai) Banjarmasin (2015-sekarang)
•  Forum Komunitas Hijau (FKH) Banjarmasin (2013-sekarang)

Penghargaan:
•  Mitra Pembangunan Banua Peduli Satwa Bekantan dari Gubernur Kalsel (2005)
•  Pelestari Pohon Pinang dari Smart FM (2013)
•  Insan Peduli Lingkungan dari Universitas Lambung Mangkurat (2014)
•  Satya Lencana 30 Tahun PNS (2014)

Oleh  JUMARTO YULIANUS


Editor: BUDI SUWARNA

SUMBER: KOMPAS, 11 Juli 2020

No comments:

Post a Comment