Wednesday, July 22, 2020

M Taufiq Shaleh Saguanto, Bangkit dengan Sampah Plastik

KOMPAS/DEFRI WERDIONO---M Taufiq Shaleh Saguanto menunjukkan hasil karya seni yang ia buat menggunakan plastik bekas di museum miliknya, Kamis (16/7/2020).

Dengan sampah plastik, M Taufiq Shaleh Saguanto bangkit dari keterpurukan akibat bisnis keluarga yang bangkrut.

Empat tahun lalu, M Taufiq Shaleh Saguanto (41) mulai memanfaatkan plastik bekas menjadi benda seni menarik. Hingga kini, ratusan karya telah ia hasilkan. Sebagian di antaranya ”mengisi” Museum Hot Bottles Recycle Company yang ia dirikan dua tahun lalu, sebagai wahana edukasi tentang daur ulang plastik bekas untuk siapa saja.


Sesosok robot setinggi hampir 4 meter menjadi pembeda rumah Taufiq dengan rumah warga lainnya di perumahan Alam Dieng Residence, Malang, Jawa Timur. Robot yang berdiri gagah di samping rumahnya itu dibuat dari aneka barang bekas, seperti kaleng plastik wadah cat, roof box mobil, dan suku cadang sepeda motor (dek).

Sejengkal di sisi kanan robot, Museum Hot Bottles Recycle Company berada. Menempati ruangan berukuran sekitar 2,5 meter x 4 meter, museum mini itu menyatu dengan rumah Taufiq dan menjadi tempat untuk menyimpan sebagian karyanya, mulai karya perdana sampai karya terbaru.

Bentuk dan ukuran benda seni yang dibuat Taufiq bermacam-macam, seperti miniatur mobil dan sepeda motor, lokomotif, dan kapal. Benda-benda itu pun dibuat menyerupai bentuk asli dengan skala tertentu.

”Museum ini baru kembali ke lokasi semula di sini pada pertengahan 2019. Tadinya sempat berada di salah satu hotel di Dau (salah satu ibu kota kecamatan di Kabupaten Malang),” ujar Taufiq membuka percakapan, Kamis (16/7/2020).

Menurut Taufiq, perbedaan semangat antara museum yang bersifat edukatif dan hotel yang murni lebih berorientasi bisnis menjadi penyebab mengapa Hot Bottles Recycle Company itu hanya bertahan sekitar satu tahun di Dau dan akhirnya ditarik lagi ke tempat semula. Meski, selama menempati hotel, tidak sedikit pengunjung yang datang.

KOMPAS/DEFRI WERDIONO---M Taufiq Shaleh Saguanto berdiri di dekat robot berukuran 4 meter yang ia buat menggunakan plastik bekas di samping rumahnya, Kamis (16/7/2020).

Mereka datang sekadar untuk melihat-lihat hingga belajar bagaimana memanfaatkan limbah plastik menjadi barang yang mempunyai nilai. ”Setelah kembali ke sini, pengunjung juga masih datang. Mereka belajar tentang daur ulang ataupun dari sisi bisnisnya, karena benda-benda ini juga laku,” ujarnya.

Tidak ada kriteria khusus tentang limbah apa saja yang bisa dimanfaatkan. Semua benda berbahan plastik bisa dibuat aneka produk seni, khususnya plastik yang hanya satu kali pakai. Kuncinya hanya jeli dan telaten membuat detail bentuk barang yang akan dibuat. Taufiq sendiri lebih banyak memanfaatkan sedotan dan sendok plastik bekas, botol bekas, kaleng cat, dan onderdil kendaraan.

Metode pembuatannya juga sederhana, hanya menggunakan lem tembak untuk merangkai plastik yang telah dipotong. Setelah selesai, baru dicat. Namun, Taufiq menghitung skala guna perbandingan jika ingin membuat ukuran miniatur benda yang akan dibuat dengan benda aslinya.

Ayah tiga anak ini mengaku, sejauh ini 80 persen peminatnya berasal dari ”Negeri Sakura”. Mereka mengetahui hasil karya Taufiq dan membelinya melalui situs jual beli online internasional. Sebuah karya dihargai mulai dari Rp 100.000 hingga jutaan rupiah, tergantung ukuran dan tingkat kesulitan.

Waktu pembuatan benda seni dari plastik juga bervariasi. Untuk ukuran kecil, rata-rata bisa diselesaikan dua hingga tiga hari. Sementara yang berukuran besar, seperti robot, membutuhkan waktu penyelesaian hingga tiga pekan dengan catatan semua bahan baku sudah tersedia.

Taufiq sendiri merasa tidak ada kesulitan untuk ”menghidupkan” benda-benda yang sudah tidak bernilai itu. Semua bahan baku ia dapatkan dari mencari sendiri atau diberi oleh teman yang sudah paham dengan aktivitas Taufiq. ”Seperti kaleng cat bekas ini, kan, tidak selalu ada. Jadi ada teman yang memberi,” katanya.

Apa yang dilakukan Taufiq berawal dari ketidaksengajaan. Semula, ia menjalankan usaha keluarga di bidang garmen yang dimulai sejak 1999. Selain itu, dia juga menggeluti usaha di bidang properti. Namun, karena uang hasil kerja digelapkan, akhirnya usaha properti bangkrut.

ARSIP PRIBADI---M Taufiq Shaleh Saguanto bersama Gubernur Sulawesi Selatan M Nurdin Abdullah (tengah memegang karya Taufiq yang dibuat dari plastik bekas) di sela-sela pelatihan untuk Rumah Kreatif Birma—sebuah kelurahan binaan yang berada di tengah Tempat Pembuangan Akhir Tamangapa, Makassar, Sulawesi Selatan, tahun 2019.

Kondisi itu rupanya berimbas kepada bisnis keluarga. Padahal, saat itu posisi Taufiq di bisnis keluarga sebagai manajer umum. ”Karena usaha properti bangkrut, saya tidak dipercaya lagi di bisnis keluarga. Namun, saya berpikir harus tetap bangkit. Saya tidak ingin terus terpuruk,” tuturnya.

Dari situlah alumnus jurusan manajemen salah satu perguruan tinggi di Malang itu mencoba mengubah pola pikir. Ia mencari alternatif usaha yang tidak membutuhkan modal berupa uang. Dari situlah kemudian terbesit penggunaan sampah yang bisa diperoleh secara gratis. Apalagi benda itu banyak tersedia di sekitar tempat tinggal.

Taufiq pun mulai merangkai plastik bekas. Namun, upaya itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. ”Saya ingat benda pertama yang saya buat adalah sepeda motor. Namun, ketika saya tanyakan kepada anak saya, katanya benda yang saya buat telepon. Jadi tidak mudah, semua butuh proses,” ujar Taufik yang mengajak para start up wirausaha untuk tetap percaya diri meskipun tanpa modal.

Menurut lelaki yang mengaku tidak memiliki pendidikan khusus di bidang seni ini, bagi orang lain karya-karya yang ia hasilkan mungkin tidak penting dan tidak bernilai. Namun, bagi dirinya, di dalam karya itu ada pesan tentang kreativitas, keuletan dalam berusaha, dan semangat peduli lingkungan.

Penggunaan sampah plastik itu pula yang menyadarkan Taufiq dan masyarakat lainnya tentang pelestarian lingkungan. Tadinya, banyak orang mempunyai cara pandang bahwa semua sampah akan berakhir setelah dibuang begitu saja. Sampah yang terbuang ke sungai akan lenyap dan tak akan mengumpul di laut.

Seiring perjalanan waktu, Taufiq tidak hanya merangkai potongan sampah plastik di tempat tinggalnya, tetapi juga sering diundang ke sejumlah tempat untuk memberikan edukasi dan pelatihan bagaimana memanfaatkan plastik bekas dan memulai wirausaha mandiri.

Beberapa pelatihan yang pernah dilakukannya, antara lain, Taufiq memberikan pelatihan daur ulang sampah kepada pengungsi anak oleh Badan PBB (Komisi Tinggi Urusan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa/UNHCR) di Jakarta (2018). Dia juga diundang untuk memberikan pelatihan daur ulang sampah di Palu, Sulawesi Tengah, yang diinisiasi oleh Wahana Lingkungan Hidup setempat.

Taufiq juga pernah memberikan pelatihan untuk Rumah Kreatif Birma—sebuah kelurahan binaan yang berada di tengah Tempat Pembuangan Akhir Tamangapa, Makassar, Sulawesi Selatan, tahun 2019.

Taufiq dengan senang hati menerima undangan seperti itu dan membagikan pengalaman dan ilmunya menyulap sampah menjadi barang berharga.

Taufiq Shaleh Saguanto

Lahir: Di Malang, 8 Februari 1979

Istri: Moorni Tyastuti Saguanto

Anak:
Abin Saguanto
Avil Saguanto
Alya Saguanto

Sekolah:
SD Kotalama Malang
SMP Islam Almaarif
SMA Islam Almaarif
Manajemen Fakultas Ekonomi UMM

Oleh  DEFRI WERDIONO

Editor:   BUDI SUWARNA

Sumber: Kompas, 22 Juli 2020

No comments:

Post a Comment