Sunday, December 15, 2019

Muhamad Fatihul Umam, Penggerak Budidaya Lebah Klanceng di Kebumen

Setelah lulus sebagai sarjana Muhammad Fatihul Umam tidak bernafsu bekerja di kantor. Ia memilih membudidayakan lebah klanceng di Kebumen, Jawa Tengah. Kini, manisnya rezeki madu klanceng dirasakan banyak warga.

KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO--Muhamad Fatihul Umam, pemrakarsa budidaya lebah klanceng di Desa Kalipoh, Kebumen, Jawa Tengah.

Berkat upaya Muhammad Fatihul Umam, puluhan keluarga di Desa Kalipoh di pesisir selatan Kebumen, Jawa Tengah bisa menikmati manisnya madu klanceng. Rezeki madu klanceng kini bisa menambal penghasilan warga terutama pada masa paceklik.

Setelah lulus sarjana,  Umam (29) memilih  pulang ke kampungnya di Desa Kalipoh, Kecamatan Ayah, yang berada di perbukitan karst Gombong Selatan. Ia melihat ada potensi penghasilan yang bisa digali di kawasan tersebut. Bukan hanya untuk dirinya, melainkan juga untuk warga desa.


”Saya pulang ke rumah dan gelisah. Apa tidak ada potensi lain yang bisa dikembangkan di desa ini selain menderes kelapa. Pekerjaan itu berisiko tinggi, banyak penderes yang jatuh, terutama jika musim hujan karena batang pohon licin,” kata Umam, Selasa (26/11/2019), di desanya.

Desa ini berada di kawasan hutan jati dengan kontur perbukitan karang. Jalannya terjal serta berkelok karena berada di ketinggian 202 meter di atas permukaan laut. Desa yang berjarak 52 kilometer arah barat daya dari pusat pemerintahan Kabupaten Kebumen ini dihuni oleh 1.080 keluarga dengan jumlah jiwa sebanyak 3.515 orang. Sekitar 70 persen di antaranya bekerja sebagai penderes air nira kelapa untuk dijadikan gula merah dan gula semut.

Umam melihat ada potensi untuk mengembangkan budidaya lebah madu trigona atau lebah klanceng di desanya. Karena itu, selepas lulus dari Fakultas Ilmu Keguruan Program Studi Pendidikan Ekonomi,  Universitas Sebelas Maret, Surakarta, pada 2014, Umam mulai belajar seluk-beluk budidaya lebah klanceng.

KOMPAS/ MEGANDIKA WICAKSONO--Kotak koloni lebah klanceng tampak di kawasan edukasi Kampung Klanceng, Desa Kalipoh, Kecamatan Ayah, Kebumen, Jawa Tengah, Selasa (26/11/2019).

Lebah ini di tempat lain, seperti di Magelang, dikenal dengan nama lanceng, di Jawa Barat dikenal dengan teweul atau gala-gala, sementara di Bali disebut kela-kela. ”Lebah ini dianggap mengganggu karena sering beterbangan di pawon (dapur). Karena ukurannya kecil, orang takut lebah ini bisa masuk ke telinga,” papar Umam.

Pada awal 2016, bersama dengan temannya, Dwi Pujianto, Umam mulai membudidayakan lebah kecil yang tidak menyengat ini. Usaha ini didukung oleh Rumah Zakat. Umam mencari sarang lebah ini di bambu-bambu rumah warga dan juga di bambu tempat kandang ternak sapi ataupun kambing.

Dari situ, ia bisa mengumpulkan  50-an koloni lebah yang kemudian dibudidayakan di pekarangan tempat tinggalnya. Dalam dua bulan, lebah itu telah menghasilan madu rata-rata  1,5 liter. Awalnya, hasil panen madu itu hanya dikonsumsi oleh keluarga saja. Lambat laun, beberapa tetangga Umam ingin mencicipi madu tersebut. Tidak berhenti sampai di  situ, mereka juga tertarik  ikut membudidayakan lebah klanceng.

Umam pun mengajak 15 warga dan pemuda yang tertarik membudidayakan lebah klanceng untuk membentuk Kelompok Tani Hutan Klanceng Barokah pada September 2016. Kelompok tersebut kemudian mulai membudidayakan 300 koloni lebah klanceng yang di dalamnya terdapat lebah ratu, betina, pejantan, dan pekerja. Dari 300 koloni lebah itu, Kelompok Tani Hutan Klanceng Barokah bisa mendapat 6-7 liter madu klanceng per bulan.  Saat itu warga belum tahu bahwa nilai  ekonomi madu lebah ini tinggi, yakni mencapai  Rp 400.000 per liter.

KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO--Muhamad Fatihul Umam memanen madu klanceng di Desa Kalipoh, Kecamatan Ayah, Kebumen, Jawa Tengah, Selasa (26/11/2019).

Setelah bisa memproduksi secara rutin, kelompok itu mulai menjual madu klanceng ke warga di desa tetangga dan di sekitar Kebumen. Karena hasil penjualan cukup bagus, warga lain tertarik untuk ikut. Pada 2018, jumlah anggota Kelompok Tani Hutan Klanceng Barokah bertambah menjadi 80 warga. Jumlah total koloni lebah yang dibudidayakan mencapai  12.000 dengan produksi minimal 100 liter madu klanceng per bulan. Jika diuangkan madu sebanyak itu bernilai hingga Rp 40 juta.

Masudi (41), warga Desa Kalipoh, yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan mengatakan, membudidayakan lebah madu memberinya penghasilan tambahan.  Dengan 200 koloni lebah madu klanceng, Masudi bisa mendapatkan madu sekitar 8 liter per tiga bulan. Jika diuangkan sekitar Rp 3 juta. Uang sebesar itu sangat berarti saat musim paceklik ikan.

Pasar madu klanceng dari Desa Kalipoh kini  semakin luas hingga ke Semarang, Solo, Batam, Palembang, Denpasar, dan Banjarmasin. Namun, di saat peluang usaha terbuka ada saja cobaan yang datang. Akibat musim kemarau panjang 2019 ini, banyak lebah yang mati. Selain itu, ada serangan  hama seperti semut, tupai, kepik, walet.  Anggota kelompok yang aktif pun kemudian susut menjadi 50 orang. Mereka membudidayakan sekitar 4.000 koloni lebah dengan produksi madu 50-60 liter per bulan.

Konservasi
Umam tidak patah semangat dengan pasang surut usaha budidaya lebah klanceng. Ia terus maju dan mendorong warga untuk ikut dalam usaha ini. Apalagi, budidaya lebah klanceng tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga mendukung konservasi lingkungan.

”Lebah butuh resin atau getah sebagai pertahanan di sarang untuk mencegah predator yang datang. Selain itu, lebah juga butuh serbuk sari bunga atau pollen dan nektar sebagai cadangan makanan. Ini juga yang jadi bahan baku madu,” tutur Umam yang juga Ketua Badan Usaha Milik Desa Sumber Rejeki Kalipoh.

Dengan demikian, agar bisa membudidayakan lebah klanceng, masyarakat harus menjaga lingkungan tetap hijau. Melalui pertemuan, perjumpaan, dan pelatihan dengan warga, Umam menanamkan kesadaran peduli lingkungan. Dari situ, warga menjadi lebih selektif dalam menebang pohon untuk kayu bakar.

KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO--Papan larangan berburu satwa terpasang di kawasan Desa Kalipoh, Kecamatan Ayah, Kebumen, Jawa Tengah, Selasa (26/11/2019).

Upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan telah dalam Peraturan Desa Nomor 6 Tahun 2017 tentang Pelestarian Lingkungan Hidup Desa Kalipoh. ”Jika ada warga yang menebang pohon, pertama-tama akan ditegur, lalu jika diulangi akan diberi surat peringatan atau SP. Selanjutnya akan didenda untuk menanam beberapa pohon pengganti,” tutur kata Sekretaris Desa Kalipoh Pamuji.

Budidaya lebah yang dikaitkan dengan konservasi diapresiasi sejumlah pihak. Pada 2018, Kelompok Tani Hutan Klanceng Barokah mendapat penghargaan sebagai juara Lomba Wana Lestari Tingkat Provinsi Jawa Tengah dan Nasional pada 2018. Pada tahun yang sama, kelompok ini meraih peringkat ketiga bahkan meraih peringkat pertama atau juara pada Lomba Wana Lestari Tingkat Nasional pada 2018. Pada tahun yang sama, kelompok ini juga meraih Juara Terbaik III kategori Usaha Mikro pada Kebumen Business Forum.

Dinas Perumahan dan Permukiman Lingkungan Hidup Kabupaten Kebumen mendukung budidaya lebah klanceng dan konservasi lingkungan dengan memberikan bantuan 5.000 bibit tanaman buah, seperti belimbing, kelengkeng, rambutan, manggis, dan mangga yang bunganya menjadi sumber makanan lebah.  Ribuan bibit tanaman itu diserahkan kepada warga untuk konservasi.

Kemudian memberikan dukungan senilai Rp 300 juta untuk pengadaan bibit koloni lebah serta pembangunan 6 unit gazebo yang bisa digunakan oleh pengunjung serta pelajar untuk belajar budidaya lebah madu.

”Saya meyakini bahwa salah satu karakter atau kondisi alam yang masih sehat adalah dihuni oleh lebah. Kalau di sini lebah klanceng cocok, berarti di sini lingkungannya masih sehat,” ujar Umam.

 Muhamad Fatihul Umam

Lahir : Kebumen, 3 Maret 1990

Istri: Anis Roikhatin (30)

Anak: Zahida Qolbi Nadhifa (2 bulan)

Pendidikan:
MI Sultan Agung Kalipoh (2002)
MTs Sultan Agung (2005)
SMA N 2 Kebumen (2008)
FKIP Pendidikan Ekonomi di Universitas Sebelas Maret Surakarta (2014).

Kegiatan:
Founder Kampung Klanceng
Ketua BUMDes Sumber Rejeki Kalipoh

Oleh  MEGANDIKA WICAKSONO

Editor: BUDI SUWARNA

Sumber: Kompas, 14 Desember 2019

No comments:

Post a Comment