Sunday, February 9, 2020

Ajiz Solaeman Mandiri Mitigasi Bencana

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO--Ajiz Sulaiman, Ketua Karang Taruna Sukajaya dan Ketua Yayasan Amal Bhakti Forum Muda Kreatif Sukajaya

Tanpa menunggu perintah, atas dorongan kemanusiaan, Ajiz Sulaeman (37), warga Desa Sukajaya, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, menggerakkan pemuda-pemuda desa menjadi pelopor membantu warga korban bencana.

Pengalaman menjadi relawan terasa begitu berarti ketika bencana terjadi depan mata. Ajiz pada malam pergantian tahun, sudah mengingatkan teman-temannya, pemuda Desa Sukajaya untuk merayakan malam tahun baru tak jauh dari desa. Hal itu dilakukannya, karena dari pengalaman selama menjadi relawan bencana, sejumlah wilayah Indonesia rentan diterpa musibah di awal tahun.


Dugaan itu benar. Hujan deras yang mengguyur wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi sejak 31 Desember 2019 hingga 1 Januari 2020, menimbulkan bencana banjir bandang dan longsor di mana-mana. Bahkan bencana itu juga terjadi di desa-desa di Kecamatan Sukajaya. Banjir dan longgsor itu meluluhlantahkan sebagian wilayah Kabupaten Bogor, mengakibatkan 29.754 penduduk terdampak dan menelan korban jiwa sebanyak 11 orang.

“Jika ada bencana di salah satu daerah, kami siap siaga untuk berangkat membantu. Tetapi kami tidak pernah menyangka, bencana itu akan terjadi di wilayah kami sendiri,” kata Ajiz, pada Kamis (30/1/2020) di Sukajaya, Kabupaten Bogor.

KOMPAS/AGUS SUSANTO--Foto aerial hunian warga Kampung Sinar Harapan yang sebagian hilang akibat longsor di Desa Harkatjaya, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (12/1/2020).

Guru Madrasah Ibtidaiyah Negeri I Bogor, Kabupaten Bogor, itu sejak tahun 2013 membentuk sebuah Forum Muda Kreatif Sukajaya (FMKS). Forum itu dibentuk dengan tujuan membangun kesadaran sosial bagi pemuda Sukajaya. Salah satu bidang yang digeluti pemuda-pemuda yang tergabung dalam yayasan, yakni membangun kesiapsiagaan dan mitigasi bencana.

Dalam mengasah kemampuan anggota forum untuk siaga bencana, mereka rutin menjadi relawan bencana setiap kali terjadi musibah, termasuk menjadi relawan saat tsunami menerjang Pandeglang, Banten, pada akhir 2018. Ia juga membekali anggotanya dengan banyak terlibat dalam berbagai sosialisasi terkait mitigasi bencana.

“Kami sadar bahwa daerah kami masuk zona merah (rawan longsor). Saya juga rutin ajak beberapa teman memberikan sosialisasi tentang ketanggapsiagaan bencana. Ini sudah kami mulai dari 2014,” kata pria dua anak itu.

Sosialisasi yang rutin dilakukan itu mendapat respons positif dari sejumlah pemuda Sukajaya. Dari awal, anggota komunitasnya hanya sebanyak 15 orang dan kini bertambah menjadi 25 orang di 2020. Hal postif dari gerakan itu, yakni banyak pemuda yang mulai sadar untuk membangun kesiagaan karena sadar daerahnya rawan bencana.

Pemuda yang sadar dan bergabung itu perannya benar-benar terasa saat bencana di awal 2020 itu. Di bawah koordinasi Ajiz, mereka berbagi peran, mulai dari mengevakuasi warga, membangun tenda darurat, dapur umum, posko kesehatan, hingga memulihkan anak-anak yang trauma akibat bencana.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO--Sejumlah pemukiman warga di Kampung Palalangon, Desa Pasir Madang, Sukajaya, Bogor, yang terdampak longsor, Jumat (10/1/2020). Kondisi tanah yang rawan dan ditambah curah yang tinggi di beberapa perbukitan di Kecamatan Sukajaya berdampak pada luasnya musibah tanah longsor dan banjir bandang di sejumlah wilayah di Kabupaten Bogor.

Ajiz menceritakan, pada pagi harinya, 1 Januari 2020 saat hujan deras masih terus mengguyur, ia meminta salah satu pemuda desa memantau kondisi sungai yang mengalir tak jauh dari desa mereka. Di sana, diketahui, kalau air sungai terus meninggi dan mulai meluap merendam perumahan warga. Warga yang terdampak banjir itu dievakuasi ke tempat yang lebih aman. Mereka juga membuka dapur umum untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum warga terdampak.

Ajiz bersama kelompok pemuda Sukajaya, bergerak lagi ke desa berikutnya, di Kampung Sinar harapan, Desa Harkatjaya. Di tempat itu, diketahui ada 7 orang yang tewas tertimbun longsor. Banyak warga yang menderita luka-luka karena berupaya menyelamatkan diri saat terjadi longsor.

Saat itu, warga yang terkena longsor hanya mengungsi ratusan meter dari lokasi longsor. Padahal, kampung itu berada di lereng bukit, sehingga longsor susulan masih berpotensi terjadi. Namun, warga tidak bisa mengungsi terlalu jauh lantaran akses jalan berupa jembatan penghubung di kampung itu terputus.

”Kondisi di sana bahaya. Saya punya keyakinan setiap bencana itu Tuhan memberikan jeda waktu untuk mengambil keputusan cepat,” ucapnya.

Atas dasar keyakinan itu, Ajiz mengkoordinir warga membuat jembatan darurat. Mereka bahkan terpaksa mengambil beberapa batang kayu milik salah satu warga sekitar secara diam-diam untuk dijadikan sebagai jembatan. Saat itu, pemilik kayu sebenarnya menolak agar kayunya dipakai untuk pembuatan jembatan darurat.

Setelah jembatan darurat rampung dikerjakan, warga diungsikan ke tempat yang lebih aman di Balai Desa Harkatjaya dan salah satu bangunan sekolah dasar di dekat balai desa itu. Warga yang terluka diberi pertolongan, baik dengan digotong ke puskesmas atau dirawat dengan obat-obatan yang sudah dipersiapkan Ajiz jauh-jauh hari.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO--Ajiz Sulaiman

Mengantar bantuan
Bencana di awal tahun baru memutus jaringan listrik, saluran komunikasi, dan saluran air di beberapa desa di Kecamatan Sukajaya. Hal ini menjadi kendala lantaran sebagian desa lain tidak bisa terpantau. Padahal, bencana di awal tahun itu menyebabkan beberapa desa di Sukajaya, seperti Pasir Madang, Kiarapandak, Urug, Cileuksa, dan Cisarua juga mengalami bencana yang sama. Akses ke desa-desa itu juga terisolir lantaran jalan-jalan penghubung desa tertimbun longsor.

Informasi terkait bencana di desa-desa itu bahkan baru diketahui Ajiz pada keesokan hari, saat warga yang terisolir turun ke desa Harkatjaya dan Sukajaya mencari bantuan. Saat itu juga situasi masih serba darurat karena bantuan logistik belum juga tiba. Bantuan logistik baru mengalir di hari ketiga pascabencana.

Setelah bantuan dari luar mulai mengalir, Ajiz menggerakkan pemuda-pemuda Sukajaya untuk mengantar bantuan ke lokasi-lokasi yang terisolasi. Anggota komunitasnya dikerahkan untuk mengantar bahan kebutuhan pokok, seperti makanan, minuman, dan pakaian ke desa terisolasi dengan berjalan kaki atau menggunakan sepeda motor. Kegiatan itu mereka rutin lakukan selama berhari-hari.

“Kami membantu relawan yang datang membawa bantuan. Mereka kami dampingi karena banyak relawan yang kadang ikut jadi korban karena tidak kenal medan di sini,” ucapnya.

Setiap kali tiba di desa yang terisolir, Ajiz tak hanya menyerahkan bantuan. Dia bersama warga yang masih sehat membangun posko pengungsian, membuka dapur umum, dan membantu memulihkan anak-anak yang trauma.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO--Warga melintasi tanah yang menimbun sejumlah pemukiman di Kampung Sinar Harapan, Desa Harkat Jaya, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (9/1/2020). Memasuki hari ke 8 pasca bencana tanah longsor dan banjir bandang kondisi kampung ini masih porak poranda.

Desa wisata
Alam, bagi Ajiz adalah rumah. Laiknya rumah yang memberikan keteduhan dan perlindungan, penghuni perlu menjaganya agar tetap nyaman, harmonis, dan tidak mengancam kehidupan. Namun, rumah tersebut luput dari perhatian, rumah dibiarkan tak dirawat sehingga roboh menimpa sang penghuni.

“Ada yang nilai yang terkikis, ada identitas yang mulai hilang seiring pekembangan zaman. Alam hutan ini terabaikan dan tergadaikan. Ajaran dan pesan orang tua dulu tidak menjadi pijakan untuk menjaga alam. oleh karena itu, kita perlu menjaga nilai dan ajaran orang tua,” kata Ajiz.

Aksi kemanusiaan relawan lokal yang dipelopori Ajiz Sulaeman tidak hanya tumbuh saat terjadi bencana. Ia sadar, Kecamatan Sukajaya, termasuk daerah rawan longsor karena permukiman penduduk rata-rata berada di tanah dengan kontur miring. Di wilayah mereka bermukim, banyak lahan yang sudah kritis.

Namun, sejauh ini tidak ada upaya memulihkan lingkungan yang rusak.
Bahkan, kehidupan masyarakat di desanya perlahan berubah. Warga berada dalam masa transisi dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Sayangnya, selama masa transisi itu, banyak lahan milik warga yang dijual kepada pihak luar demi tuntutan gaya hidup. Lahan yang berpindah tangan itu kemudian berubah menjadi kawasan permukiman atau perkebunan.

“Di sini, banyak petani, tetapi bukan petani produktif. Belum ada kesadaran menjaga lingkungan, padahal daerah kami rawan bencana,” ucapnya.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO--Kondisi kerusakan pemukiman warga di Desa Urug, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, akibat musibah longsor dan banjir bandang, Rabu (8/1/2020). Akses menuju pemukiman ini masih putus sehingga menyulitkan penyaluran bantuan. Upaya pembukaan akses jalan menuju sejumlah desa hingga kini masih diupayakan. Kompas/Rony Ariyanto Nugroho (RON)8-1-2020

Ajiz melalui yayasan sosial itu kemudian mencetuskan ide membuat desa ekowisata. Beberapa kampung dihijaukan dengan menaman pohon dan melesatrikan budaya lokal yang tumbuh dan hidup di masyarakat. Warga diajarkan untuk terbuka menerima tamu dari luar yang ingin belajar tentang keharmonisan menyelaraskan kehidupan manuasia, alam, dan kebudayaan. Infrastruktur di desa juga diperbaiki, seperti ketersedian MCK dan masjid atau mushola.

Salah satu contoh desa ekowisata yang berhasil, yakni di Kampung Cibuluh, Desa Kiarasari. Saat ini, pengeloaan ekowisata di kampung itu sudah diserahkan ke Pemerintahan Desa Kiarasari.

“Kami juga sedang mengembangkan ekowisata di Kaki Gunung Gede dan Kampung Bojong, Desa Sukamulih,” ujar sarjana lulusan UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jurusan Tarbiyah PGMI Lulus tahun 2007.

Ekowisata ini bertujuan untuk mendorong pemuda-pemuda desa mencintai identitas diri melalui nilai-nilai sosial budaya. Identitas itu yakni mencintai adat istiadat dan mencintai alam. Ajiz yakin, kecintaan terhadap kearifan lokal dapat menjaga wilayahnya bebas dari bencana. Selain itu, desa ekowisata bisa menciptakan kemadirian warga desa.

Dari segi kesiagaan bencana, tanggap siaga bencana juga terus dikampanyekan Ajiz. Sejak menjabat sebagai Ketua Karang Taruna Kecamatan Sukajaya pada 2019, ia bersama pemuda-pemuda Kecamatan Sukajaya berhasil membentuk organisasi karang taruna tingkat desa di empat desa, yakni Desa Sukajaya, Harkatjaya, Cileuksa, dan Cisarua.

“Pada saat kondisi bencana, seperti di Desa Cileuksa, karena karang taruna sudah terbentuk, mereka sudah mulai bergerak. Jadi, impian saya, jika semua pemuda desa siaga bencana dan terkoordinir, apapun besarnya bencana pasti mampu diatasi,” katanya.

Ajiz Sulaeman, S.Pd.
Lahir : Bogor, 21 Desember 1983
Pekerjaan : Guru Madrasah

Pendidikan:
– SD Negeri Sukajaya 01 Lulus tahun 1996
– SMP Negeri 2 Cigudeg Lulus tahun 1999
– SMU Negeri 1 Leuwiliang Lulus tahun 2002
– D.2 PGSD/MI  STAI Laa Roiba Lulus tahun 2004
– Jurusan Tarbiyah UIN Sunan Gunung Djati Bandung (2007)
– Pasca Sarjana : Sedang mengikuti Pascasarjana di Universitas Pakuan Jurusan Administrasi Pendidikan

Pekerjaan:
– Tahun 2002-2005 Operator Komputer Cabang Dinas Pendidikan Kec. Sukajaya Kab. Bogor
– Tahun 2005-2009 Tenaga Guru Kontrak Madrasah Ibtidaiyah Departemen Agama ditugaskan di MI Al-Amanah Desa Kiarasari Kec. Sukajaya Kab. Bogor
-Tahun 2010-Skrg Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Agama ditugaskan sebagai Guru di MI Negeri Sadeng Kec. Leuwiliang Kabupaten Bogor.

Pengalaman Organisasi:
-Ketua Ikatan Pemuda Putri Keluarga Korpri (IKAPRI) Kec. Sukajaya
-Sekretaris Kelompok Kerja Madrasah Ibtidaiyah (KKMI) I Kab. Bogor
-Bidang Sapras Musyawarah Kelompok Kerja Madrasah Ibtidaiyah (MK2MI) Kab. Bogor
-Sekjen Pengurus Kecamatan (PK) KNPI Sukajaya
-Ketua Komunitas aksi sosial Forum Muda Kreatif Sukajaya (FMKS) di Kec. Sukajaya Kab. Bogor

Oleh  AGUIDO ADRI/STEFANUS ATO

Editor: MARIA SUSY BERINDRA

Sumber: Kompas, 10 Februari 2020

No comments:

Post a Comment